Friday, 2 October 2015


KH Wahab Chasbullah Perbolehkan Qurban Sapi Untuk Delapan Orang

Lain cara penyampaian lain pula orang menerimanya,kira-kira kalimat yang tepat untuk menggambarkan sebuah permasalahan yang dihadapi seseorang.
MusliModerat.Com - Para kiai selalu menjadi tumpuan masyarakat untuk menyelesaikan berbagai persoalannya, yang kadangkala unik dan perlu penyelesaian yang bijak tanpa meninggalkan kaidah agama. KH Wahab Chasbullah pernah mengizinkan kurban sapi untuk berdelapan orang, padahal ketentuannya adalah kurban sapi maksimal untuk bertujuh.
Kisah berikut bahkan melibatkan dua tokoh besar NU, berhadapan dengan masyarakat desa yang awam. Seorang warga desa berkeinginan untuk berkurban sapi. Persoalannya orang tersebut menginginkan agar kurban tersebut dapat diniatkan untuk delapan orang, bukan tujuh.
Pertama-tama, warga tersebut mengunjungi kediaman KH Bisri Syansuri di daerah Denanyar Jombang. Singkat cerita, ia mengutarakan maksudnya untuk berkurban sapi yang diniatkan untuk delapan orang. Tentu saja, Kiai Bisri yang sangat ketat menjaga kaidah fikih menolak permintaan
itu.
“Kalau kurban berdelapan, ya harus satu sapi ditambah satu kambing.”
Orang kampung tentu punya logika berpikir sendiri, ia protes, karena dengan prinsip mangan ora mangan kumpul, ia berharap nanti di akhirat, sapi tersebut bisa menjadi kendaraan bagi seluruh anggota keluarganya.
“Bisa ngak kiai, kita korban satu sapi yang gemuk biar muat delapan orang, kan anak saya masih kecil-kecil. Masak ngak ada sapi yang muat delapan orang. Soalnya kalau satu sapi dan satu kambing, nanti kalau di oro-oro maghsyar ketlingsut, susah nanti carinya. Kita ingin masuk surga bareng-bareng.”
Kiai Bisri dengan tegas menyatakan ngak bisa kurban sapi untuk berdelapan karena memang kaidah fikihnya begitu.
Singkat cerita, orang desa tersebut keukeuh dengan keinginannya dan tidak mau menerima saran dari Mbah Bisri Syansuri. Karena tidak ada penyelesaian, ia lalu pulang.
Karena sudah mantap dengan niatnya, ia kemudian mendatangi kediaman KH Wahab Chasbullah di daerah Tambak Beras Jombang.
Di rumah Kiai Wahab, ia menceritakan maksudnya.
“Saya ingin kurban satu sapi yang gemuk untuk delapan orang.”
Kiai Wahab pertama terteguh dengan permintaan tersebut, setelah berpikir sejenak, kemudian ia menjawab, “Ya ngak apa-apa, bisa buat berdelapan, sembelih kurbannya di sini saja.”
Tapi ia masih ragu, “Kata Kiai Bisri ngak bisa kurban sapi untuk berdelapan.”
“Itu fikihnya Kiai Bisri, fikih di sini bisa,” jawab Mbah Wahab.
Kemudian Kiai Wahab bertanya, “Sekarang gini, anakmu umur berapa yang paling kecil.”
“Baru usia tiga bulan Kiai,” jawab warga desa itu.
“Gini, anakmu kan kecil, nah, tambah kambing satu untuk tangga supaya bisa buat ancik-ancik. Kalau ngak kamu tambahi kambing satu, ngak bisa naik, nanti malah ditinggal sapi. Ngak mlebu suwargo bareng.”
Bujukan Kiai Wahab tersebut masuk di logika warga kampung tersebut,
“Ya sudah nanti saya tambahin kambing satu yang gemuk, biar kuat buat ancik-ancik.
Akhirnya, ketemulah solusi yang diinginkan oleh warga desa tersebut, secara fikih tetap sah dan memuaskan keinginan warga desa tersebut

Thursday, 1 October 2015

Hari Batik Nasional

2. Okt, 2015

Hari Batik Naional

Sejak tahun 2009, tanggal 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional. Pemerintah menetapkan tanggal tersebut bukan tanpa alasan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 November 2009 menerbitkan Keputusan Presiden No 33 Tahun 2009 tentang Hari Batik nasional. Educational, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO) Badan PBB yang mengurusi persoalan pendidikan dan kebudayaan menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) milik Indonesia. Proses pengukuhan batik Indonesia cukup panjang. Berawal pada 3 September 2008 yang kemudian diterima secara resmi oleh UNESCO pada tanggal 9 Januari 2009. Tahap selanjutnya adalah pengujian tertutup oleh UNESCO di Paris pada tanggal 11 hingga 14 Mei 2009. Hingga akhirnya pada Jumat, 2 Oktober 2009 UNESCO mengeluarkan keputusan yang menggembirakan publik Indonesia. Sebelumnya sempat terjadi sengketa hak cipta antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia. Negeri jiran pernah mengklaim batik sebagai warisan budaya milik masyarakat Malaysia.
Pemilihan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional, mengingat pada tanggal itu Badan PBB yang membidangi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan atau UNESCO secara resmi mengakui Batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Pengakuan terhadap batik merupakan pengakuan internasional terhadap mata budaya Indonesia. Presiden SBY menyatakan penetapan Hari Batik sebagai wujud rasa syukur dan juga sebagai pendorong untuk terus mengembangkan batik nasional.

Batik merupakan karya seni yang mempunyai nilai budaya, estetika dan ekonomi. Keberadaan batik telah diakui tak hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga mancanegara. Dan saat ini batik bukan hanya dikenal sebagai busana tradisional tetapi juga sekarang telah menjelma menjadi sebuah euphoria trend sebagian besar masyarakat Indonesia dan dunia.
Penerbitan Kepres Nomor 33 Tahun 2009 sebagai usaha pemerintah meningkatkan citra positif dan martabat bangsa Indonesia di forum internasional. Selain untuk menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap kebudayaan Indonesia. Penetapan hari Batik Nasional juga dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap upaya perlindungan dan pengembangan batik Indonesia. Batik sebagian besar diproduksi oleh industri kecil, sehingga dengan makin sering masyarakat memakai batik sama artinya menghidupkan usaha kecil menengah, namun sangat disayangkan kesadaran aakan terjadinya pencemaran masih sangat minim. Hal ini dibuktikan dengan kondisi sungai di sebagian wilayah kota Batik Pekalongan yang menghitam pekat karena limbah dari pewarnaan pada proses membatik.

Tentang Monumen Perjuangan 3 Oktober 45

2. Okt, 2015
JASMERAH,.kira-kirra seperti itu bunyinya, kita sebagai generasi penerus bangsa punya tanggung jawab untuk tau akan perjuangan para pahlawan pendahulu kita. Di kota pekalongan sendiri ada sebuah monumen yang berada d tengah-tengah kota Pekalongan,ada yang tau ndak sebenernya itu monumen apa??mari kita sedikit ulas itu monumen apa sih,.yuk marii,.Sejarah singkat sekitar Pristiwa 3 Oktober 1945 di Pekalongan
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia , PPKI bersidang tanggal 18 Agustus 1945, yang menetapkan :
1. Mengesahkan dan menetapkan UndangUndang Dasar Republik Indonesia yang kemudian lebih dikenal sebagai Undang Undang Dasar 1945.
2. Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden.
3. Sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat, pekerjaan presiden un- tuk sementara waktu dibantu dibantu oleh Komite Nasional.
Pengisian alat kelengkapan negara ini dilanjutkan dengan sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 yang menghasilkan keputusan membentuk (1). Komite Nasional (2). Partai Nasional Indonesia (3). Badan Keamanan Rakyat.
Berdasarkan hasil sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 tentang pembentukan Komite Nasional, maka di Jakarta dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat atau yang disebut KNIP yang diresmikan pada tanggal 29 Agustus 1945 dengan ketuanya Mr Kasman Singodimejo dan anggotanya sebanyak 60 orang. Komite Nasional ini dimaksudkan sebagai penjelmaan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia yang menye- lenggarakan kemerdekaan Indonesia dan berlandaskan kedaulatan rakyat.
Pembentukan KNI di daerah tentu saja tidak sebaik di tingkat pusat, namun se- mangat pembentukan KNID inilah yang perlu dibanggakan, sebagai pelaksanaan dik- tum proklamasi, yaitu hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan akan dilaksanakan dengan cara yang seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Maka seperti halnya di daerah lain di Indonesia, di Karesidenan Pekalonganpun di bentuk Komite Nasional Indonesia..
Atas instruksi dari Sarmidi Mangunsarkoro, tiap daerah agar segera membentuk Komite Nasional Indonesia untuk membantu Kepala Daerah. Di Karesidenan Pekalongan dibentuk Komite Nasional Indonesia dengan badan pekerjanya, sebagai Badan Eksekutip untuk membantu Kepala Daerah. Adapun tokoh pendirinya antara lain Dr. Sumbadji; Sarpan; Djohar Arifin; K.H. Iljas; Kromo Lawi; Kadir Bakri; Dr. Ma’as; H. Siroj dan Hasan Ismail.( Yayasan Resimen XVII, 1983 : 12 ).Komite Nasional Indonesia untuk karesidenan Pekalongan terbentuk tanggal 28 Agustus 1945, dengan susunan anggota Badan Eksekutipnya adalah Dr. Sumbadji sebagai Ketua, Wakil Ketua Dr. Ma’as, Sekretaris S. Wignyo Suparto, sedangkan anggotanya R. Suprapto; Kromo Lawi; A. Kadir Bakri; K.H. Moch Iljas; dan Jauhar Arifin.
Residen Pekalongan waktu itu dijabat oleh Mr. Besar. Pemerintah pusat biasanya mengangkat Fuku Syuchokan ( Wakil Residen ) sebagai Residen dalam pemerintahan Republik Indonesia.Jabatan residen ini merupakan jabatan fungsionaris tertinggi yang semula hanya dipegang oleh orang Jepang saja. Pengangkatan Mr Besar sebagai Residen pada tanggal 18 September 1945, oleh Presiden Soekarno ( A.H. Nasution, 1977 : 366 ). KNI Daerah Karesidenan Pekalongan mengusulkan agar Mr Besar diangkat sebagai Residen Pekalongan kepada Presiden Soekarno tanggal 12 September 1945, dan oleh AG Pringgodigdo menjawab resmi usulan KNI Pekalongan ini tanggal 21 September 1945 bahwa Mr Besar secara resmi diangkat sebagai Residen Pekalongan..Pengangkatan Mr Besar sebagai Residen Pekalongan ini terlambat sampai tanggal 23 September 1945, sehingga Mr Besar belum secara resmi mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Empat hari kemudian Jepang secara resmi menyerahkan kekuasaan kepada Mr Besar sebagai Residen Republik secara resmi. ( Lucas, 1989 : 99 ).
Usaha KNI setelah terbentuknya lembaga ini tanggal 28 Agustus 1945, adalah mengambilalih kekuasaan pemerintahan sipil dan militer dari tangan Jepang. Mr Besar sendiri pernah membicarakan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan setelah kemerdekaan dengan beberapa tokoh seperti A. Bustomi dan Dr. Ma’as. Di dalam kontak dengan Mr Besar, Dr.Ma’as bertanya tentang bagaimana sebaiknya sikap kita setelah proklamasi ? Gerakan pengambilalihan kekuasaan di beberapa daerah sudah dimulai.Bahkan di Purwokerto Tentara Jepang menyerahkan kekuasa- annya kepada Mr. Ishak Tjokroadisuryo, Residen Banyumas.
KNI Pekalongan pada bulan September 1945 sudah mulai menghubungi Syuchokan Pekalongan, yaitu Tokonami untuk mengikuti Tentara Jepang di Purwokerto menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Indonesia.Namun sebagai bawahan dari Keibutai atau Komandan Garnisun di Purwokerto, Tokonomi sendiri masih ragu-ragu dan harus berkonsultasi dahulu dengan pihak Keibutai karena wilayah Pekalongan, Purwokerto dan Cirebon merupakan bawahan Kei butai Purwokerto.
Dr. Sumbadji, Sebagai ketua KNI Daerah Pekalongan melontarkan gagasan agar di Pekalongan dibentuk Badan Kontak untuk menyatukan berbagai aliran politik di masyarakat. Tujuannya menaEmpung aspirasi rakyat, agar segala tindakan bisa manunggal dan terkoordinir. Gagasan ini menarik, karena akan mengajak masyarakat berpartisipasi dalam memecahkan masalah-masalah yang sedang dihadapi, yakni pengambilalihan kekuasaan.Sebab partai politik sejak masa pendudukan Jepang di Indonesia memang sudah dilarang. Pada saat itu partai politikpun belum muncul. Partai politik mulai berkembang di Republik Indonesia yang baru berdiri ini sejak tanggal 3 November 1945. Dasarnya adalah keluarnya Maklumat Pemerintah
3 November 1945 tentang pembentukan partai-partai politik. Setelah dikonsultasikan kepada Mr Besar, gagasan membentuk Badan Kontak ini akhirnya tidak dilaksanakan karena menurut Mr Besar semua aliran politik yang ada di masyarakat sudah tertampung di dalam KNI sehingga kontak dan koordinasi diserahkan kepada Badan Eksekutip KNI , selain itu supaya tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak Jepang.
Sebetulnya di Pekalongan ada 3 kekuatan moral yang mendukung pengambilalihan kekuasaan ini, yakni kelompok KNI yang dipimpin Dr. Sumbadji; kelompok BPKKP yang dipimpin oleh Dr. Ma’as dan kelompok Angkatan Muda yang dipimpin oleh Mumpuni dan Margono Jenggot. Ketiga kelompok inilah yang dikoordinir oleh KNI mulai aktip mengadakan pendekatan dengan pihak Jepang.
Tiga kelompok yakni BPKKP, KNI dan angkatan muda, selalu selalu berunding di kantor BPKKP. Pertemuan ini merupakan kegiatan rutin dari tokoh-tokoh masyarakat Pekalongan.Mereka selalu kordinasi dalam mengambil langkah-langkah dan selalu menunggu perkembangan yang akan terjadi dengan sikap kematangan dan menjaga persatuan, sehingga arah perjuangan jelas dan tidak menyimpang dari rel perjuangan yang telah disepakati bersama. Di dalam pertemuan ini akhirnya disepakati bahwa pelaksanaan pengambilalihan kekuasaan dilakukan dengan cara diplomasi atau perundingan dengan pihak Jepang.Dr. Sumbadji dan Dr. Ma’as menjadi utusan untuk menghadap Syuchokan Tokonami agar menentukan kapan dan di- manakah akan diadakan perundingan dengan tokoh-tokoh masyarakat.
Akibat situasi yang memanas di Pekalongan, dan agar tidak terjadi insiden yang tidak diinginkan,akhirnya pihak Jepang mau berunding dengan pihak Tokoh masyarakat di Pekalongan. Perundingan akan dilaksanakan tanggal 1 Oktober 1945 pukul 10.00 bertempat di kantor Karesidenan Pekalongan atau kantor Syucho.Namun karena situasi yang kurang menguntungkan di Semarang, akhirnya pihak Jepang menunda perundingan dengan Tokoh masyarakat Pekalongan. Usul perundingan ini dibahas di rumah Mr Besar oleh kelompok masyarakat Pekalongan, dan akhirnya ditentukan:
Perundingan di tetapkan tanggal 3 Oktober 1945 pukul 10.00 pagi di markas Kempeitai; Para delegasi Indonesia terdiri dari Mr. Besar dan anggota Eksekutip KNI; Ketua delegasi ditetapkan Dr. Sumbadji; Sedangkan tuntuan dari pihak Indonesia terdiri dari tiga pasal yaitu (1). Pemindahan kekuasaan pemerintahan dari Jepang kepada pihak Indonesia dilaksanakan dengan damai dan secepatannya. (2). Diserahkan semua senjata yang ada ditangan Jepang, baik yang ada di Kempeitai, Keibitei, maupun yang ditangan Jepang Sakura kepada pihak Indonesia. (3). Memberi jaminan pada pihak Jepang bahwa mereka akan dilindungi, diperlakukan diperlakukan dengan baik dan dikuEmpulkan menjadi satu di markas keibitei ( sekarang kantor Pemda Kodya Pekalongan ) sampai dan termasuk Societeit Delectatio dan Handelsbank ( Oetoyo, 1983 : 2 ).
Apa yang telah dilakukan pihak KNI yang selalu kerjasama dengan pihak lain seperti para pemuda dan BPKKP menunjukan adanya sikap persatuan diantara kelompok kekuatan di Pekalongan. Hal ini menunjukkan bahwa keutuhan pendapat dan kelompok akan berarti bagi setiap perjuangan. Kekompakan inilah yang akhirnya membawa hasil dengan jatuhnya kekuasaan Jepang kepada masyarakat Pekalongan, meskipun dengan tebusan mahal, yakni 37 orang gugur dan 12 orang cacat dalam Peristiwa 3 Oktober 1945 di Pekalongan.
Pengunduran waktu perundingan yang semula akan dilaksanakan tanggal 1 Oktober 1945 menjadi 3 Oktober 1945 tidak menyebabkan melemahnya moral Tokoh-tokoh masyarakat Pekalongan, justru dianggap hal yang menguntungkan sekali. sebab dengan diundurnya perundingan dengan pihak Jepang, konsolidasi dari pihak Indonesia semakin mantap. Bahkan waktu inipun dimanfaatkan antuk membocorkan penundaan perundingan kepada masyarakat. Masyarakat diharapkan menyaksikan perundingan dengan pihak Jepang untuk memberi semangat kepada pihak Indonesia dan menurunkan moral pihak Jepang yang sudah jatuh akibat kekalahan dalam Perang Asia Timur Raya melawan sekutu. Dukungan masyarakat inilah yang mencer minkan manifestasi rasa kebanggaan dan patriotismenya dengan mendatangi tempat perundingan, yaitu Markas Kempeitai yang selama ini dianggap sebagai lambang kekejaman pendudukan Jepang di Indonesia. Masyarakat akhirnya berbondong-bondong menyaksikan wakil-wakil mereka berunding denga pihak Kempeitai tanggal 3 Oktober 1945.
Tanggal 3 Oktober 1945, masyarakat Pekalongan pada pagi hari sudah banyak yang berkuEmpul di sekitar Markas Kempeitai, di Lapangan Kebon Rojo, baik tua maupun muda, laki-laki maupun perEmpuan. Mereka tidak hanya datang dari dalam kota saja, namun dari luar kota Pekalongan seperti daerah Buaran dan Comal. Mereka memakai pakaian tEmpur, dengan bersenjata seadanya seperti bambu runcing, parang, kayu serta potongan besi dan lain-lainnya. Merah Putih dipakai sebagai lencana dan ikat kepala. Mereka semakin banyak berdatangan di lokasi perundingan hingga pukul 09.30. Mereka ingin melihat keberhasilan wakil mereka dalam perundingan dengan Jepang.
Pukul 09.45 Delegasi Indonesia dengan berjalan kaki dari rumah Mr.Besar menuju Markas Kempeitai. Mereka dielu-elukan masa dengan teriakan “ Hidup Repu blik Indonesia, jangan mundur dari tuntutan; hidup wakil-wakil rakyat Pekalongan “. Rombongan diantar sampai ke pintu gerbang Markas Kempeitai dengan sorakan dan teriakan massa “ Jangan mau tawar, jangan mundur dari tuntutan , berhasillah kami menunggu; kami tidak akan bubar sebelum bapak-bapak kembali; kembalilah dengan selamat ‘.
Sementara pada hari itu juga 15 orang dari kelompok Jepang Sakura disandera para pemuda dan mereka dimasukkan di salah satu ruangan kantor Syucho Pekalongan. Ancaman para pemuda yang menyekap orang Jepang tersebut , adalah akan membunuh mereka bila perundingan gagal.
Salah satu Tokoh masyarakat, yaitu Ulama KH Syafi’i turut menggerakkan massanya memberikan dorongan moral bagi delegasi Indonesia . Pada kerumunan massa ini tampak polisi Indonesia seperti Suwarno, Sunaryo, Hugeng, Utaryo, A. Bustomi dan lain-lainnya.
Tepat pukul 10.00 pagi perundingan dimulai. Meja perundingan diatur leter U Pihak Jepang duduk dalam satu baris menghadap ke barat, terdiri dari (1). Tokonomi ( Syuchokan ); (2).Kawabata ( Kempeitaidan ); (3). Hayashi ( Staf Kempeitai ); (4). Harizumi ( Penterjemah ). Sedangkan dari pihak Indonesia tersusun dalam dua baris terdiri dari baris utara dan baris selatan. Deret sebelah utara berturut-turut (1). Mr. Besar; (2). Dr. Sumbadji; (3). Dr. Ma’as. Adapun deretan sebelah selatan berturut-turut (1). R. Suprapto; (2). A. Kadir Bakri; (3). Jauhar Arifin.
Anggota eksekutip KNI yaitu Kromo Lawi dan Kyai Moch Iljas, sampai perundingan dimulai tidak hadir. Menurut M. Syaichu dalam tulisannya yang berjudul Seki las Perjalanan Hidupku, mengatakan bahwa ketidak hadiran dua tokoh KNI ini karena sesuatu dan keperluan lain. Hasil wawancara penulis dengan Bapak Setyadi Lawi, pu- tera Bapak Kromo Lawi , mengatakan bahwa Bapak Kromo Lawi, salah satu tokoh pergerakan nasional di Pekalongan yang disegani, memang tidak hadir tetapi tidak pernah menjelaskan mengapa bapak tidak hadir waktu itu.Sementara menurut Anton E lucas , Karena kedekatannya dengan Jepang, sebagai ketua PUTERA, seksi perdagangan Hokokkai, Kromo Lawi tidak disenangi oleh Pangreh Praja. Ketika bentrokan dengan Jepang pada awal Oktober , pemuda menangkap Kromo Lawi dengan tuduhan agen subversif kempeitai.( lucas, 1969 : 95 ).
Mr. Besar membuka perundingan dengan terlebih dahulu memperkenalkan dele- gasi Indonesia, dilanjutkan mengemukakan maksud dan tujuan mengadakan perun- dingan dengan pihak Jepang. Pihak Jepang menyambut dengan pertanyaan mengapa pihak Indonesia datang dengan membawa massa yang banyak ? karena hal ini akan menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan.
Dr. Sumbadji selaku ketua delegasi menyatakan perlunya tindak lanjut setelah adanya proklamasi kemerdekaan, yakni terlaksananya pemindahan kekuasaan pe- merintah dari tangan Jepang kepada pihak Indonesia dengan damai, serta disam- paikan tuntutan tiga pasal dengan harapan jangan sampai terjadi insiden yang dapat mengorbankan rakyat banyak.
Adapun tuntutan tiga pasal tersebut adalah: (1). Pemindahan kekuasaan dilaksanakan dengan damai dan secepatnya; (2). Penyerahan senjata dari tangan Jepang adalah semua senjata yang ada ditangan Jepang baik yang ada di Kempeitai, Keibitei, maupun Jepang Sakura kepada pihak Indonesia; (3). Memberikan jaminan pada pihak Jepang bahwa, mereka akan dilindungi, diperlakukan dengan baik, dan dikuEmpulkan menjadi satu di Markas Keibitei. ( DHC Angkatan ’45 Pekalongan, 1983 : 7-8 ).
Tokonomi menjawab bahwa, Pemerintah Bala Tentara Nippon sudah mendengar proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno dan Bung Hatta tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta, namun di daerah ini pemerintah Dai Nippon tidak bisa menerima ke- inginan pihak Indonesia karena pihaknya masih berkewajiban menjaga status quo yang ada demi kepentingan, keamanan, dan ketentraman rakyat.Pihak Jepang mema- hami tuntutan dari pihak Indonesia, tetapi pihaknya terikat dengan Sekutu bahwa sebelum ada instruksi dari Dai Nippon di Jakarta, pihaknya masih bertanggungjawab untuk mempertahankan status quo. Kemudian Dr. Ma’as angkat bicara, bahwa sebenarnya tentang pemindahan kekuasaan sudah tiada persoalan lagi.Karena Jendral Terauchi telah berjanji waktu bertemu Bung Karno di Dalat akan memerdekakan Indonesia. Bukankah sekarang sudah tepat pada waktunya ?
Seorang Kempeitai melaporkan bahwa, ada wakil pemuda yang akan bertemu dengan Dr. Sumbadji. Setelah diijinkan, Mumpuni dan Margono berbicara langsung dengan Dr. Sumbadji dengan nada keras:”Sudahkah perundingan selesai ? jangan terlalu lama rakyat tidak sabar menunggu”.
Sesudah dua jam menunggu hasil perundingan antara Residen Besar dan Kempeitei, mereka itu tidak sabar lagi. Mr Besar terpaksa keluar untuk men jelaskan kompromi yang telah tercapai; Kempeitei akan menghentikan aksi-ak si keliling kota dan menyerahkan sejumlah senjata kepada polisi kota, supaya jumlah senjata polisi sama dengan yang dimiliki Kempeitei. Senjata ini harus di simpan di societeit, sedangkan kuncinya yang satu dipegang oleh Residen Besar dan lainnya dipegang oleh Komandan Kempeitei. Ini berarti pemuda tidak dapat mengeluarkan senjata tanpa seizin kedua penguasa itu. ( Lucas, 1989 : 124-125 )
Ketika penterjemah sedang menterjemahkan pembicaraan Dr. Sumbadji, sekonyong-konyong terdengar letusan senjata dari luar. Keadaan menjadi sunyi . Terdengar teriakan serbu ! dari luar. Letusan ini tidak diketahui dari pihak mana yang memulai.Suasana berubah menjadi kacau.
… sampai sekarang kita belum mengetahui dengan pasti letusan senjata itu dari pihak siapa. ? Apakah itu dari pihak Kempeitai ? Kita kurang mengetahui. Akibat selanjutnya terjadi tembak-menembak antara massa di luar gedung dan pihak kempeitai, juga markas kempeitai dikepung rapat oleh rakyat. ( Yayasan Resimen XVII, 1983 : 18 )

Dalam tulisannya yang berjudul Peristiwa Perebutan Kekuasaan Pemerintah dari Pemerintah Penjajahan Jepang di Pekalongan, DHC Angkatan ’45 melukiskan sebagai berikut :Selagi perundingan sedang berjalan, terdengarlah ledakan senjata api, yang tidak jelas dari mana datangnya. Perundingan menjadi bubar tidak membawa hasil. Letusan api yang tidak jelas itu, disusul rentetan bunyi metraliur.
Mr.Besar beserta pengurus KNI menyelamatkan diri, meninggalkan meja perundingan dan melalui tembok samping kanan markas kempeitai menerobos masuk ke ruang kantor karesidenan . ( Yayasan Resimen XVII, 1983 : 94 ).
Pemuda Rahayu dan Bismo dengan beraninya menancapkan bendera merah putih di atas atap markas kempeitai, dalam rangka mengobarkan semangat rakyat ketika terjadi peristiwa perlawanan rakyat terhadap Jepang, ketika perundingan belum selesai dan Kempeitai menembaki massa di depan markas. Mereka naik ke atas atap tanpa komando dan tanpa memikirkan bahaya menimpanya. Mereka bertindak secara spontan.
Dalam buku Sekitar Perang Kemerdekaan I, A.H. Nasution menuliskan sebagai berikut :
Rupanya Jepang sudah membuat siasat. Dari dalam gedung mereka melepaskan tembakan dengan senapan mesin, sehingga rakyat kacau balau dan korban-korban berjatuhan. Akan tetapi rakyat tidak mau mengalah begitu saja. Seorang pemuda dari barisan kereta api naik ke atas gedung untuk mengibarkan sang merah putih. Ia ditembak jatuh, akan tetapi tetap memegang bendera sampai ajalnya. ( A.H. Nasution, 1977 : 367 ).

Saksi sejarah yang bernama bapak Azis Basyarachil mengatakan pada penulis, ketika peristiwa 3 Oktober 1945 , beliau masih menjadi pelajar SMP, dan menceriterakan peristiwa ini antara lain ketika peristiwa ini terjadi, beliau melihat suasana di sekitar Markas Kempeitai, Kantor Karesidenan serta daerah Kebon Rojo yang dipadati manusia yang akan menuntut senjata dari Jepang. Sebetulnya di markas kempetei tidak ada senjata, karena senjata disimpan di tempat lain.Mereka heran kenapa Jepang tidak mau menyerahkan senjatanya kepada pihak Republik, padahal Indonesia sudah merdeka.Menurut bapak Azis kenapa pula di Markas Kempeitai masih menaikan bendera Jepang ? hal inilah yang akhirnya mendorong Rahayu, untuk mengibarkan merah putih di atas atap Markas Kempeitai.
Yang pertama kali menembak dengan senapan pistol adalah Jepang, disusul dengan tembakan senapan mesin oleh Jepang terhadap massa terutama yang berada di sekitar halaman markas kempeitai. Menurut bapak Azis , betapa terkejutnya beliau ketika Jepang meletakkan metraliur yang berarti Jepang akan membuat gara-gara. dan betul, tembakan pistol, adalah pertanda bagi Jepang untuk segera melancarkan penembakan kepada rakyat.Jepanglah yang mulai melakukan penembakan. Mana mungkin rakyat Indonesia waktu itu bersenjata api. Peta di Pekalonganpun dibubarkan Jepang sebelum peristiwa ini terjadi. Kalau ada polisi bersenjata, dan siap di atas pagar, ternyata tidak menembak kepada Jepang sebagai balasan atas perlakuan Jepang karena senjata mereka tidak berpeluru.Memang rakyat Pekalongan datang ke Sekitar Markas Kempeitai dalam sikap siap tempur, dengan senjata seadanya. Bapak Azis sendiri waktu itu membawa bambu runcing, namun akhirnya terbuang karena terjadinya kekacauan tersebut. ( wawancara dengan Bapak Azis Basyarachil ).
Delegasi Jepang segera meninggalkan sidang, kemudian masuk ke ruang kempeitai sehingga perundingan mengalami kegagalan dan diakhiri dengan korban yang berjatuhan.
Masyarakat yang di luar gedung yang mengepung rapat tempat perundingan, menjadi sasaran tembakan senapan mesin dari Kempeitai.Rakyat marah dan tanpa komando menyerbu markas, melalui pintu masuk, lewat memanjat tembok keliling gedung, menaiki atap gedung yang bertujuan menghancurkan dan merampas senjata dari Jepang.Rakyat banyak yang menjadi korban dalam peristiwa ini.Puluhan orang menggeletak di depan gedung berlumuran darah.Beberapa diantaranya pelajar,seperti Nugroho, Mujiono dan Murtono. Perlawanan yang tak seimbang berlangsung sekitar satu jam.( Lud, 1995 : 11 ).
Para korban umumnya yang memanjat tembok keliling Markas Kempeitai, dan yang menyerbu lewat pintu depan. Banyak penyerbu yang meninggalkan teman-te mannya untuk menyelamatkan diri.Korban yang terluka masih dapat diseret ke luar markas.Namun ada yang tergeletak dua hari di depan Markas Kempeitai.
Rasmadi menjadi korban penembakan Jepang dalam Peristiwa 3 Oktober 1945 sehingga menjadi cacat tetap, karena tertembak kakinya dan terbaring selama 3 hari di depan Markas Kempeitai. ( wawancara dengan Budi Suparno, Putera Rasmadi ).
Rakyat membubarkan diri untuk menjaga segala kemungkinan yang akan terjadi bila pihak Jepang membalas dendam. Dari salah satu saksi sejarah yang penulis temui menuturkan sebagai berikut tentang peristiwa 3 Oktober 1945 antara lain …Bapak Muhardjo adalah anggota pemuda pegawai Pamong Praja Kota Pekalongan, yang menjadi salah satu saksi dalam pertempuran 3 Oktober 1945 di Pekalongan. Melihat sendiri betapa Jepang dengan kejam membantai rakyat Pekalongan. Mengenai Perundingan dengan Jepang KNID mulai berunding pukul 10.00, namun terjadinya tembakan pertama dan dilanjutkan penembakan dengan mitraliur Oleh Jepang terhadap massa.Seusai peristiwa 3 Oktober 1945 Bapak Muhardjo tidak berani pulang di Bendan, tetapi malamnya menginap di Pesindon. Pada pagi buta baru pulang, karena takut Jepang akan membalas dendam setelah peristiwa tersebut.
Penaikan bendera oleh Rahayu dan Bismo, merupakan simbol semangat nasionalisme yang berkobar dari jiwa muda yang masih idealis tanpa merasa adanya resiko yang bakal diterima. ( wawancara dengan Bapak Muhardjo ).
Sementara sandera Jepang yang di tangkap para pemuda dan dikuEmpulkan di ruang Syucho dibunuh tanpa kenal aEmpun Jumlah orang Jepang yang dibunuh tidak jelas, karena yang luka dan yang meninggal dibawa lari oleh Jepang. Diperkirakan korban dari pihak Jepang sebanyak 22 orang.Termasuk Hayashi, Kempeitai yang terkenal kejam.Hayashi ditembak oleh Sumantra.Beberapa pemuda yang ditawan Jepang sampai berakhirnya peristiwa ini adalah Suhardjo, Sudjono, Djoned, Kuswadi, Singgih, Suwarno, Sarino dan lain-lain. ( S. Prawiro, 1983 : 89 ).
Dalam hal ini ada kejadian yang menarik perhatian kita, yaitu adanya pengibaran bendera merah putih di atap markas kempeitai yang dilakukan oleh Rahayu dan Bismo. Insiden ini menarik perhatian penulis. Apa sesungguhnya yang mendorong timbulnya peristiwa bendera ini ? Keberanian Rahayu dan Bismo yang menurunkan bendera Jepang dan mengibarkan sang merah putih di atap markas kempeitai patut dicatat dalam sejarah di Pekalongan ini.
Setelah pertempuran yang tidak seimbang terjadi, rakyat akhirnya bubar, semen- tara korban bergelimpangan di sekitar Markas Kempeitai. Suasana menjadi sunyi, dan hanya ada beberapa anggota Kempeitai yang berjaga-jaga di luar dengan bayonet terhunus. (Oetoyo,1983:12)
Korban peristiwa berdarah ini bagi pihak Indonesia cukup banyak baik mereka yang gugur sebagai pahlawan bangsa maupun mereka yang cacat sebagai pembela negara.
Korban yang tergeletak di depan Markas Kempeitai ada yang masih hidup. Untuk menolong mereka akhirnya minta bantuan dari Embrio PMI yang di Pekalongan tokohnya DR. Sumakno, Dr. J. J Tupamahu, Dr.L S Lisapally, Dr. Sunarya Said dan Dr. sumbadji. Mereka inilah yang menolong korban pertempuran, setelah berunding dengan Kempeitai yang bertahan di markasnya. Barulah hari ketiga setelah pertempuran, mayat yang sudah mulai membusuk diangkat oleh sukarelawan yang berasal dari Rumah Sakit Kraton, dinas kesehatan dan eks EHBO ( EERSTE HULP BY ONBELUKKEN ) yaitu Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan,yang di bentuk pada jaman penjajahan Belanda. ( wawancara dengan Bapak Abdul Karnen ). Dan yang mengurus jenasah di Markas Kempeitai menurut hasil perundingan dengan pihak Jepang harus para wanita, atau dokter sendiri, supaya tidak menimbulkan kecurigaan Jepang. Sukarelawan PMI yaitu Hardinar Mulyadi, dan Mary Soemakno
( sekarang isteri Hugeng mantan KAPOLRI ).Menurut Mary Hugeng kenangan pada peristiwa ini dituturkan sebagai berikut:
…..Dr Tupamahu membawa bendera palang merah ukuran kecil yang biasanya untuk kendaraan. Enam orang dari kami berjalan lambat-lambat sambil berharap peneropong mereka melihat bendera kami.Ketika sampai di depan barikade, Dr Tupamahu menjelaskan bahwa kami dari palang merah dan akan mengambil siapapun yang terluka. Lalu kita mulai bekerja. Saya ingat tidak seorang pun dari pemuda itu yang mempunyai senjata kecuali bambu runcing. Mereka itu masih hidup (setelah pertempuran) walau perutnya kena tusuk, kadang-kadang dua orang direnteng dalam satu tusukan bambu, seperti sate, sungguh mengerikan ! Mereka semua ditembak dadanya dengan senapan mesin. Tiba-tiba salah satu mayat itu berkata, “ Tolonglah saya. “ Ka kinya telah ditembak dan telah terkapar sepanjang siang hari di bawah terik matahari. Ia berkata, “ Saya sudah mati seandainya hujan tidak turun semalam. “ Kami segera membawanya ke Rumah Sakit dan diperbolehkan mengambil semua mayat manfaat identifikasi. Salah seorang saudara puteri saya jatuh pingsan begitu tiba di rumah sakit. ( Lucas, 1989 : 126 ).

Jenasah disemayamkan di Rumah Sakit Kraton dan dimakamkan di daerah Panjang, pada tanggal 6 Oktober 1945 sekitar pukul 4 sore. Tempat pemakaman ini sekarang diberi nama Taman Makam Pahlawan Rekso Negoro.Kadang kala pihak keluarga korban tidak tahu dimanakah makam keluarganya di Taman Makam Pahla- wan itu. Penuturan Ibu Martono, puteri Bapak Rifai yang menjadi korban penem- bakan oleh Kempeitai mengatakan bahwa sampai sekarang tidak tahu yang mana makam ayahnya itu. ( Wawancara dengan ibu Martono ).
Beberapa pendapat mengenai jumlah korban yang dihiEmpun penulis adalah :
1. Menurut buku Pengabdian Resimen XVII Kepada Bangsa Dan Negara, mencatat korban meninggal 35 orang dan mereka tergeletak selama dua hari dihalaman gedung Kempeitai.
2. Menurut catatan DHC Angkatan ’45 Pekalongan yang berjudul Perjuangan Pemuda Pekalongan Mengusir Jepang 3 Oktober 1945, menuliskan pahlawan yang gugur 36 orang , seorang meninggal di depan kantor Kempeitei.
3. M. Syaichu dalam bukunya yang berjudul Sekilas Perjalanan Hidupku, melaporkan bahwa korban di pihak pejuang 32 orang, tetapi ada yang mencatat 37 orang, sedang menderita cacat sebanyak 12 orang.
4. Dalam buku Pekalongan Kota Batik yang diterbitkan Pemda Dati II Kotamadya
Pekalongan mencatat 35 orang meninggal dan 12 orang cacat.
5. Paguyuban Keluarga Pahlawan 3 Oktober 1945 di Pekalongan, mencatat ada
37 orang yang meninggal dan 12 orang yang mengalami cacat tetap.( lihat lampiran
IV tentang daftar Pahlawan 3 Oktober 1945 di Pekalongan ).
Jumlah korban ini belum semuanya diinventarisasikan, karena bisa jadi jumlah mereka lebih banyak lagi.Karena ada pula yang terluka dan beberapa hari kemudian meninggal. Ada juga yang tidak melaporkan keluarganya yang menjadi korban pada peristiwa ini. Namun nama pahlawan yang resmi tercatat di dalam Paguyuban Keluarga Pahlawan 3 Oktober 1945 jumlahnya seperti yang telah disebutkan di atas.
Kelompok delegasi dan pemuda berusaha menyelesaikan masalah dengan sangat hati-hati.Sebab mereka khawatir bila pihak Kempeitai membalas dendam terhadap masyarakat Pekalongan pada malam harinya.
Suasana di kota Pekalongan selama 3 hari sangat mencekam. Para pemuda mematikan aliran listrik dan telepon serta air minum ke markas kempeitei.Masyarakat berjaga-jaga menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi.
Usaha penyelamatan rakyat terus dilakukan dengan menunjuk H. Iskandar Idris, eks Daidancho Peta untuk menghubungi Butaicho di Purwokerto serta melaporkan situasi di Pekalongan. Usaha mencari bantuan ke Purwokerto dilakukan karena usaha menghubungi Semarang mengalami kesulitan. B Suprapto sulit dihubungi via interlokal sebab Semarang sendiri suasananya gawat. H. Iskandar Idris minta bantuan eks Daidancho Sudirman ( Panglima Besar Sudirman ) di Purwokerto agar menghubungi Butaicho Purwokerto yang membawahi militer Banyumas dan Pe- kalongan, untuk menarik mundur pasukan Jepang dari Pekalongan. H. Iskandar Idris juga menjelaskan kepada Daidancho Sudirman tentang perkembang situasi di Pekalongan. Usaha minta bantuan kepada Daidancho Sudirman tidak sia-sia, karena pada tanggal 5 Oktober 1945 diterima berita dari Purwokerto, bahwa penyelesaian masalah berhasil dengan baik.Tentara akan ditarik dari Pekalongan dan dibawa ke Purwokerto, serta Minta agar saluran telepon Markas Kempeitai yang diputus agar disambung kembali sebab Butaicho dapat menghubungi dan memberi perintah kepada Kepala Tentara Jepang di Pekalongan. Jepang akhirnya menyerah dan mengibar kan bendera putih setelah listrik, air minum dan telepon dimatikan para pemuda. ( Wa wancara dengan Bapak Abdul Karnen ).
…..Pada sore hari itu Residen Banyumas Iskaq Cokrohadisuryo disertai seorang penterjemah, Saburo Tamuro, dan Kapten Nonaka dari garnisun Banyumas untuk mengadakan perundingan dengan BKR yang dipimpin Iskandar Idris.BKR menuntut gencatan senjata segera dimulai Semua orang Jepang di wilayah Pekalongan harus menyerahterimakan senjatanya kepada BKR, dan setelah itu dan harus secepatnya meninggalkan wilayah ini.Dua orang Jepang yang menyertai Residen Iskaq itu menyetui persyaratan ini dan mengatakan akan berusaha melakukan kontak dengan opsir-opsir Kempeitei yang terkepung itu.Ini dilakukan sekitar pukul 9.00 malam. Setelah dua jam yang mendebarkan, seorang wakil Jepang bekas staf Syuchokan ( Residen ) datang ke kantor kawedanan dan memberitahu bahwa Kempeitei menerima persyaratan itu.Perundingan langsung antara Kempeitei, Iskandar Idris, komandan garnisun Pekalongan, Kapten T. Oka, dan beberapa orang lagi berakhir dengan sukses pada tengah malam tanggal 6 Oktober. ( Lucas, 1989 : 126-127 ).
Hasil perundingan Eks Daidancho Sudirman dengan Butaicho berhasil dengan baik dan hampir memenuhi harapan rakyat Pekalongan, yakni :(1). Seluruh Bala Tentara Jepang dan Jepang Sipil akan dijemput oleh Butaicho dari Purwokerto, dan akan diangkut dengan truk ke Purwokerto. (2). Semua peralatan perang akan ditinggalkan dan akan diserahkan kepada eks Daidancho Pekalongan. (3). Pemerintahan dipin- dahkan kepada pejabat Indonesia secara geruisloos ( tanpa upacara dan tanpa timbang terima ). (4). Tanggungjawab keamanan dan ketentraman menjadi tanggung jawab bangsa Indonesia. (5). Eks Daidancho Pekalongan supaya menjEmput utusan Butaicho dari Purwokerto di Tegal. Perjalanan dan pulangnya mengangkut orang-orang Jepang jangan sampai terganggu atau ada provokasi dari pihak pemuda. (6). Penyerahan senjata tersebut butir 2, dilaksanakan setelah sampai di Tegal secara geruisloos.
Pelaksanaan pemindahan Tentara Jepang dari Pekalongan ke Purwokerto berjalan dengan aman. Konvoi diberangkatkan tanggal 7 Oktober 1945, pukul 04.30 dari Pekalongan lewat Tegal secara diam-diam. Kota Pekalongan menjadi aman dan baru di Pekalongan inilah tentara Jepang terusir dari wilayah Indonesia.
Rentetan peristiwa penting di Pekalongan dari sekitar proklamasi sampai peristiwa 3 Oktober 1945 , terlihat peranan penting dari KNI Daerah Pekalongan dalam pengambilalihan kekuasaan yaitu :
Membentuk KNID dan Badan Eksekutipnya untuk membantu tugas-tugas Kepala Daerah.
Melakukan perundingan awal dengan pihak Jepang untuk mengambilalih kekuasaan baik sipil, maupun militer.
Menyatukan segala kekuatan masyarakat untuk menuju satu cita-cita bersama yakni menegakkan kemerdekaan . Contoh selalu terjadi koordinasi antara kelompok KNID, BPKKP, dan para pemuda.
Menyelesaikan pengambilalihan kekuasaan dari Jepang setelah kegagalan dalam perundingan, dengan menugaskan H. Iskandar Idris untuk minta bantuan mengatasi masalah di Pekalongan kepada Eks Daidancho Sudirman di Purwokerto, yang berhasil baik, terbukti dengan dapat ditariknya Tentara Jepang ke Purwokerto dari Pekalongan.
Itulah peranan KNI Daerah Pekalongan yang berhasil menyelesaikan pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang, meskipun harus ditebus dengan gugurnya 37 orang dan cacat tetap sebanyak 12 orang
Usaha menghargai jasa pahlawannya oleh masyarakat dibuatkan suatu monumen sebagai tanda kebesaran perjuangan rakyat mengambilalih kekuasan dari Jepang di Pekalongan. Monumen Perjuangan 3 Oktober 1945 di Pekalongan semula dibuatkan di halaman depan bekas Markas Kempeitai dan masuk dalam lingkup situs sejarahnya. Namun berbagai faktor menyebabkan letak monumen berubah beberapa kali, dan letak yang terakhir di bekas Kebon Rojo, tempat dulu rakyat menyaksikan dan menjadi korban keganasan Jepang dalam Peristiwa 3 Oktober 1945 di Pekalongan
Monumen Perjuangan 3 Oktober 1945 mula-mula dibangun pada tahun 60-an, tepatnya diresmikan tanggal 20 Mei 1964, bersamaan dengan peringatan Kebangkitan Nasional sekalian peresmian Tugu Pahlawan 3 Oktober 1945. Tujuan pembangunan Tugu Pahlawan ini ada dua yaitu:
1. Mengabadikan semangat juang rakyat Pekalongan dalam melawan fascisme Jepang dan kolonialisme.
2. Untuk menambah keindahan kota Pekalongan
Demikian menurut Pidato Pembukaan Ketua Panitia Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1964 Kotapraja dan Kabupaten Pekalongan dan Peresmian Tugu Pahlawan 3 Oktober 1945 yang dibacakan oleh Suratman. ( lihat lampiran VII dan VIII ).
Monumen ini dibangun tepat di depan gedung Markas Kempeitai, sehingga kete- patan penempatan monumen memiliki kebanggaan tersendiri bagi masyarakat. Karena pada masa Orde Lama dominasi PKI tampak dalam bentuk monumen maupun reliefnya, maka setelah peristiwa G 30 S/ PKI, Kesatuan Aksi KAPPI dan KAMI mendesak agar monumen yang bernafaskan komunis itu dibongkar saja. Karena dana yang terbatas, pembongkaran total terhadap monumen tidak dilakukan, dan hanya unsur yang berbau komunis dihilangkan. Akhirnya bentuk monumen dibuat kerucut dengan hiasan topi-topi baja saja. Nama gedung Pemuda diganti dengan Wisma Taruna Tama. DHC Angkatan 45 memprakasai penyempurnaan monumen yang berbentuk kerucut ini dengan menggali dana lewat kerjasama dengan Ketoprak Siswo Budoyo yang sedang pentas di Pekalongan. Ternyata pendanaan tidak cukup untuk pembiayaan pembuatan taman di lapangan sebelah gedung, sehingga pembangunan Taman Monu- mennya ditunda. Pembangunan Taman Monumen gagal. Pihak Pemda Dati II mengulurkan bantuan kepada DHC Angkatan 45 untuk menyerahkan rencananya kepada pemerintah daerah bahkan anggaran akan dimasukkan didalam APBD Kodya Pekalongan, termasuk biaya penyelenggaraan peringatan-peringatan 3 Oktober tiap tahunnya serta 3 Oktober akan diangkat menjadi Perda sebagai Hari Peringatan Pertempuran Kodya Pekalong Janji pihak Pemda Kodya Dati II Pekalongan terlaksana dengan dibangunnya Taman Monumen yang megah. Peresmian Monumen Perjuangan 3 Oktober1945 ini dilaksanakan tanggal 3 Oktober 1983, bersamaan peringatan Peristiwa Pertempuran 3 Oktober 1945 di Pekalongan, yang ditetapkan Panitia oleh Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Pekalongan No: 003.I /118 Tahun 1983 yang ditandatangani Djoko Prawoto, BA. .
Adapun tanggal 3 Oktober ditetapkan sabagai Hari Peringatan Peristiwa Pertempuran di Pekalongan dengan keluarnya Peraturan Daerah Kodya Dati II Pekalongan No: 6 tahun 1983 Tentang Penetapan Tanggal 3 Oktober sebagai Peringatan Peristiwa Pertempuran di Pekalongan. Penetapan Perda ini tanggal 19 September oleh Walikotamadya Dati II Pekalongan Djoko Prawoto, BA dan Ketua DPRD Kotamadya Daerah Tingat II Pekalongan RH. ABS. Herman Koestino.
Lokasi gedung Pemuda dan Lokasi Monumen Perjuangan 45 di Jalan Pemuda Pekalongan.Situs sejarah berupa markas Kempeitei sekarang sudah berubah menjadi Masjid yang cukup megah yang diberi nama Masjid Syuhada.

http://ist0ria.blogspot.co.id/2008/12/peristiwa-3-oktober-1945-di-pekalongan.html

Thursday, 10 September 2015

JUKLAK KOMISARIAT


PENGANTAR
Komisariat sebagai Aktualisasi Khittah IPNU
Kebangkitan bangsa Indonesia pada pra kemerdekaan RI, salah satunya adalah karena kebangkitan dan bersatunya pemuda, pelajar, dan Indonesia. Akan tetapi sejalan dengan era Orde Baru, persatuan pelajar, santri dan pemuda Indonesia telah disalah artikan sebagian kalangan, yakni menjadi tidak bolehnya keragaman dan perbedaan di antara mereka. Hal ini tampak seperti keharusan siswa masuk dalam satu organisasi (bentukan pemerintah), misalnya: OSIS di SLTP/A, SMPT di Perguruan Tinggi, atau Karang Taruna tingkat kelurahan /desa, dll. Sementara untuk aktif di IPNU, IPM, PII, dst tidak diperbolehkan.
Senafas dengan bergulirnya reformasi tahun 1998, hal di atas sudah tidak lagi relevan, sekalipun aturan hukum “kekuasaan“ tersebut belum dicabut, Sekarang hampir seluruh masyarakat telah menyadari kesalahan tersebut. Berangkat dari gagasan inilah maka pada Kongres ke-13 di Makassar (2000) dan kemudian ditegaskan dalam Kongres ke-14 di Surabaya, IPNU sepakat mengubah akronim ‘P’ dari ‘Putra’ menjadi ‘Pelajar’. IPNU kembali pada jati dirinya yakni khittah 1954; yang berorientasi gerakan palajar, santri pelajar dan NU, baik berada di pesantren, sekolah, atupun perguruan tinggi
Kembali pada visi awal pendiriannya itu berarti IPNU telah mengamalkan satu prinsip budaya yang dipegang NU atau kelompok Ahlussunnah wal Jamaahal-muhafadzatu ‘ala al-qadimish al-shalih wa al-akhdu bi al-jadid al-aslah(melestarikan tradisi, karya cipta yang baik dan mengambil tradisi baru, kreasi manusia yang lebih baik lagi ). Ukhuwah jam’iyyah dan jama’ah (persaudaraan lembaga dan kemasyarakatan adalah salah satu tradisi yang perlu dilestarikan. Adapun tradisi baru yang lebih baik lagi, misalnya IPNU perlu membentuk komisariat-komisariat diberbagai tempat strategis lembaga pendidikan yang sebelumnya belum ada.
Memasuki wilayah pendidikan tersebut dengan tanpa bermaksud melakukan gerakan tandingan -sekalipun diperbolehkan- seperti OSIS (organisasi intra sekolah) atau organisasi kampus yang sudah eksis selama ini (baca: PMII, HMI, GMNI dst.), maka IPNU perlu didirikan dalam tempat strategis tersebut. Inilah urgensi pendirian IPNU di komisariat – komisariat, sebagaimana pada masa awal kelahiran IPNU. Utamanya di pesantren, sekolah Ma’arif NU, Perguruan Tinggi NU atau Madrasah Diniyyah , dimana secara cultural bernuansa NU, maka pendirian struktur IPNU secara formal organisatoris perlu dilakukan, jika bukan suatu keharusan Tak berlebihan bila upaya demikian disebut sebagai renaissance, aufklarung (pencerahan kembali) IPNU, sehingga muncul generasi yang dicerahkan.
Selaras denganrenaissanceIPNU, juga karena pertimbangan the lost generation (terputusnya kader ) selama lebih kurang 15 tahun lalu dari lembaga pendidikan tersebut. Termasuk untuk penataan kader-kader NU di berbagai tempat itu. Hal ini penting, untuk masa depan, demi pengembangan dan pembaharuan warga NU sebagai kaderkhalifahorganisasi NU sendiri. Khittah NU 1926 bagi IPNU berfungsi dalam konteks ini dan era pasca transisi menuju demokrasi negeri ini.
Arus deras globalisasi merupakan kenyataan yang harus dihadapi dan tidak dapat dielakkan. Baik dalam wacana global (baca: konsep, pemikiran) ataupun ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi. Keberadaan IPNU jika tidak ingin ditinggal dunia global pun demikian. Maka, ini adalah tantangan lain yang mesti dipecahkan bersama dengan warga dunia lainya. Rincianya, antara lain terwujud nilai-nilai universal, seperti kebebasan berpendapat, menghormati kemajemukan, berfikir dan bertindak inklusif (mengakui kelompok lain dan bersedia bekerja sama), demokratisasi dan seterusnya. Semua itu, jika tidak mampu diterima dan dijalankan, dapat pula sebagai tantangan IPNU.
Sebenarnya, untuk menghadapi dunia global tersebut, IPNU sebagai organisasi berhaluan ahlusunnah wal jama’ah (Aswaja), telah mempunyai nilai-nilai dasar untuk hal tersebut. Seperti lima prinsip dasar Aswaja(asal al khomsah);tasamuh(toleransi)tawasuth(tengah-tengah) tawazun(seimbang) danI’tidal(konsisten). IPNU, sebagaimana NU penting untuk memegang dan mengendalikan prinsip tersebut, khususnya dalam menghadapi globalisasi dalam segala bentuknya.
Dengan demikian, diharapkan pendirian IPNU di berbagai komisariat, baik yang sebelumnya sudah ada lalu mati, atau belum pernah ada, dapat mengembalikan jati diri perjuanganya (khittah) secara pas, sehingga dapat meneruskan garis perjuangan NU, dengan menjadi lokomotif kehidupan demokrasi bagi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Khususnya, bagi kemunculan kader-kader NU diberbagai tempat yang secara cultural (kebiasaan beribadah) menggunakan tradisi NU. Sekaligus, dapat menjadi kader yang dapat mengantisipasi perkembanganya zamanya.

Sekilas kelahiran IPNU, 1954
1373 H. atau bertepatan dengan 1954 M. adalah babakan era baru bagi perjalanan generasi muda NU yang tergabung dalam IPNU. Sebelum menggunakan nama IPNU, kegiatan mereka di berbagai tempat bermacam-macam. Sebagian melakukan rutinitas keagamaan, seperti tahlilan, yasinan, diba’/ berjanji, dst. Kelompok pelajar seperti itu lebih banyak ditemui di pesantran-pesantren dan di kampung-kampung. Sebagian lagi, kelompok muda NU mengadakan di Sekolah-Pesantren, Sekolah Umum dan Perguruan Tinggi. Sekalipun tergolong masih kecil jumlahnya.
Pendirian IPNU pada tahun tersebut, bukan tanpa proses. Beberapa kegiatan yang telah disebut di atas. Sisi lainya adalah dengan melalui musyawarah yang intensif, antara para kyai pesantren, pengurus NU dan lembaga pendidikan Ma’arif NU. Termasuk yang tak kalah pentingnya adalah kontribusi pemikiran aktivis kaum pelajar NU, lebih khusus di Pesantren atau Sekolah.
Pilihan nama organisasi juga melalui proses. Bukti historis proses tersebut sebagai berikut: beberapa tahun sebelumnya terdapat keragaman nama bagi perkumpulan pelajar NU, seprti Tsamratul Mustafidin di Surabaya tahun 1936, PERSANO (Persatuan Santri Nahdlotul Oelama) tahun 1945, Persatuan Murid NU tahun 1945 di Malang, Ijtima-ulth Tholabiyyah tahun 1945 di Madura, ITNO (Ijtimatul Tholabah NO) tahuan 1946 di SUmbawa, PERPENO (Persatuan Pelajar NO) di Kediri 1953, IPINO (IKatan Pelajar NO) dan IPENO tahun 1954 di Medan, dll.
Mengingat perkumpulan tersebut satu sama lain kurang saling mengenal, karena kelahiran mereka atas inisiatif dan kreatifitas mereka sendiri. Maka, maka dibutuhkan wadah yang sama dan satu induk. Satu hal yang sewarna dan sejalan adalah pijakan pada dasar keyakinan Islam Ahlusunnah Wal jama’ah. Juga atas dasar kebersamaan dan persatuan (ukhwah) sesama umat Islam pemegang tradisi. Karena itu, IPNU merupakan induk dan satu-satunya organisasi NU yang menangani kaum muda NU tingkat pelajar NU, termasuk di Perguruan Tinggi. Ini juga yang membedakan dengan PMII, yang lahir pada tahun 1960 dari Departemen Perguruan Tinggi PP IPNU.
Tepat tanggal 24 Pebruari 1954 M. bertepatan dengan 20 Jumadil Akhir 1373 H. di Semarang, pada konferensi besar Ma’arif NU se-Indonesia menyepakati nama IPNU, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama sebagai satu-satunya wadah berhimpun dan berkreasi Pelajar, , Santri dan remaja baik di Pesantren, Madrasah/sekolah maupun Perguruan Tinggi. Mohammad Tolchah Mansur ditetapkan sebagai ketua ummnya.
Menindaklanjuti ketetapan Konbes Ma’arif itu, para pengurus mengadakan konferensi lima daerah; Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Jombang dan Kediri. Di Surakarta tanggal 29 April – 1 Mei 1954. putusan-putusan penting pun dihasilkan; selain merumuskan tujuan, juga menetapkan Tolchah Mansur sebagai ketua umum Pimpinan Pusat IPNU dan menetapkan kota Yogyakarta sebagai kantor pusat organisasi. Mendapat pengakuan resmi sebagai bagian NU pada Muktamar ke 20 di Surabaya, 9-14 September 1954, setelah ketua umum menyampaikan gagasan IPNU dihadapan peserta MUktamar NU.
Untuk memperkokoh organisasi, IPNU melaksanakan Muktamarnya (baca: Kongres) yang pertama pada tanggal 28 Februari 1955 di Malang Jawa Timur. Ikut hadir dalam perhelatan Nasional itu adalah presiden RI Soekarno. Hal ini juga sekaligus pengukuhan IPNU sebagai bagian organisasi pemuda di Indonesia. IPNU pun mulai populer di tengah masyarakat Indonesia. Lebih-lebih, surat kabar dan radio memberitakan pidato Bung Karno pada Muktamar IPNU tersebut.
Sebagai organisasi pelajar dan terpelajar, beberapa tokoh pendiri IPNU adalah orang-orang yang masih berpendidikan, seperti Mohammad Tolchah Mansur ( UGM Yogyakarta), dan Ismail ( IAIN Sunan Kalijogo Yogyakarta). Di daerah-daerah juga, para pengurus IPNU saat itu banyak yang dipegang oleh para kaum berpendidikan, seperti Mahbub Djunaedi dan M. Sahal Makmun di Jakarta ( UI). Beberapa kader IPNU lainya di Pesantren adalah Abdurrahman Wahid dari Jawa Timur (Ketua Tanfidziyah PBNU 1984-1999) dan Ilyas Ru’yat dari Jawa Barat (Rais ‘Am 1994-1999).

IPNU Pasca Kongres Jombang 1988
Perubahan zaman memang tidak bisa dihindari, tetapi dihadapi dan dilaksanakan , pernyataan itu, berlaku untuk siapa dan apa saja, termasuk juga organisasi IPNU. Tahun 1998, saat kongres ke-10 di jombang, IPNU harus menghadapi perubahan zaman. Hal ini cukup berdampak luas bagi keberadaan (eksistensi) IPNU ke depan. Perubahan ini, setidaknya bersumber awal dari UU nomor 8 tahun 1985 yang ‘membabi buta’ dalam penerapan aturan tentang keormasan di Indonesia. Azas dan Nama perubahan, karena tuntutan UU itu, seperti juga pada NU, tapi, hakekatnya tetap, seperti tujuan, sasaran kelompok dll.
Kependekan nama IPNU dari IKatan Pelajar Nahdlatul Ulama berubah menjadi Ikatan Putra Nahdlatul Ulama. Bahkan ketika itu, tidak saja perubahan kependekan ‘P’ termasuk dua huruf dilakangnya ( NU) juaga harus dihapuskan. Karena, hal itu dianggap sebagi bawahan ( underbouw) partai tertentu ( ingat, tahun 1950-an NU menjadi partai sendiri ). Syukur Alhamduliilah, pada kongres itu akhirnya diputuskan untuk tetap menjadi IPNU, hanya ‘P’-nya saja berubah ; dari Pelajar menjadi Putra. Hal serupa juga, terjadi pada organisasi pelajar manapun, selain PII, Pelajar Islam Indonesia.
Dengan berubahnya kependekan “P”, berubah pula orentasi dan sasaran binaanya IPNU. Dari pelajar dan sebagai sasaran utama, berubah untuk dapat membina juga remaja yang tidak sekolah. Dapat disebut, setelah kongres Jombang tahun 1988 hingga Kongres Garut tahun 1996 adalah masa Transisi yang bekepanjangan. Satu misal adalah tidak pernah sampainya pemahaman yang sema tentang orentasi bidang garap IPNU, berikut skala prioritasnya. Pada masa itulah terjadi tarik menarik antara kepentingan politik praktis (politisasi IPNU) dengan prioritas program untuk membenahai warga IPNU sector awal berdirinya IPNU; santri dan pelajar. Hal ini, ternyata berdampak pada proses pengkaderan yang pelan-pelan semakin hilang dari pesantren atau sekolah ma’arif NU.

Khittah IPNU: Deklarasi Makasar 2000
Melihat kenyataan IPNU yang masih dalam masa transisi diatas, maka dalam menyambut millennium ke III, tahun 2000 di Kongres IPNU ke 13 di Makasar, para kader IPNU memunculkan kesadaran bersama (common sense) secara kolektif. Seakan-akan ada hal yang baris telah kembali lagi, yakni sesuatu yang terasa hilang, yakni pada tahun 1988. sesuai deklarasi Makasar 2000 dan hasil Kongres 13, adalah bahwa IPNU kembali pada visi kepelajaran, lalu menumbuh-kembangkan IPNU pada basis perjuangan; Sekolah dan Pondok Pesantren, dan terakhir mengembalikan CBP (Corp Brigade Pembangunan) yang lahir 1965 sebagai kelompok kedisiplinan, kepanduan dan kepecinta alaman. Semua itu dalam rangka mencapai tujuan IPNU, yaitu terbentuknya Pelajar-Pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, berakhlak mulia dan berwawasan kebangsaan, serta bertanggung jawab atas tegak dan terlaksananya syariat Islam menurut faham Ahlussunnah waljamaah yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Kongres XIV 2003 (Surabaya): Menegaskan Khittah 1954
Deklarasi Makasar 2000 sebagai tonggak awal mengembalikan IPNU pada orentasi garapan ternyata belum mampu mengakhiri problematika tersebut. Pada Kongres IPNU ke 14 di Surabaya, para kader IPNU memunculkan kesadaran bersama. Kesadaran itu adalah untuk merubah nama dan sekaligus visi kepelajaran dan orientasi pengkaderan IPNU, khususnya di Pesantren dan sekolah-sekolah. Artinya kongres telah mengembalikan IPNU pada garis perjuangan yang semestinya. Secara popular, hal tersebut dikenal dengan nama Khittah 1954. dengan demikian, perlahan tapi pasti, IPNU berkesempatan untuk mengembalikan masa keemasan yang telah hilang, seperti 15 tahun yang lalu. Akan tetapi, kesadaran itu pun sebenarnya rentan, bahaya bila momen itu tidak digunakan dengan sebaik-baiknya dan seoptimal mungkin oleh semua jajaran NU, khususnya IPNU, lebih khusus lagi pesantren (baca: RMI) dan Ma’arif.
Karena itu pimpinan Pusat IPNU masa Khidmad 2003-2006, kini tengan memusatkan pikiran, sembari mengajak bergandeng tangan dan merapatkan barisan pada semua eleman NU, khususnya, untuk mengaktualisasikan kongres 2003 (khittah 1954), hingga benar-benar nyata hasilnya bagi keluarga besar NU. Sehingga, bahwa IPNU sebagai kader NU kawah candra dimuka atau garda terdepan dapat benar-benar menjadi kenyataan. Jangan sampai terjadi lagi, IPNU dijadikan sebagai lompatan politik praktis. Sebab IPNU diharapkan hanya dijadikan lompatan untuk menciptakan kader NU yang terbaik dan maslahat bagi bangsa Indonesia, pada umumnya. Hanya melalui pendirian komisariat-komisariat, gagasan IPNU tersebut dapat direalisasikan dengan benar dan tepat.

Eksplorasi Kader IPNU antara Struktur dan Kultur
Akhir-akhir ini, utamanya setelah sekian tahun masa transisi dalam tubuh IPNU, sejak kongres Jombang1988, warga NU yang tergolong dalam kaum mudanya, telah merasa gelisah dengan pengkaderan. Seperti disinggung sebelum pembahasan ini, IPNU telah kehilangan kader ditempat-tempat yang sesungguhnya adalah milik NU atau strategis untuk didirikannya IPNU. Mengingat hal ini, maka penting untuk dipetakan secara sederhana dengan memetakan antara kader structural dan kader cultural IPNU. Pembuatan kedua tipe ini, agar tidak terkesan saling menyalahkan atau merasa benar sendiri (truth claim).
Kader struktutral adalah kader yang telah mengikuti pola pengkaderan IPNU dan atau mereka yang duduk dalam kepengurusan IPNU. Kelompok ini, jumlah kadernya lebih sedikit dibanding dengan kader kultural. Karena, kader cultural ini sejak dini sudah merasa menjadi NU, tapi tidak terlibat di Struktur IPNU atau semacam ini, disebabkan oleh latar belakang keluarganya, pendidikan di pesantren, lingkungan tradisi yang memakai budaya dan kebiasaan dengan mencontoh para ulama NU. Umpamanya, tahlilan, Qunut, Marhabanan, Barzanji, dst. Mereka ini, jauh lebih banyak dari pada kader structural. Maka, wajar jika IPNU merasa tidak punya kader secara formal organisatoris.
Jika demikian halnya, maka banyak pertanyaan untuk eksistensi IPNU, baik aktivis IPNU maupun system pengkaderanya. Seperti, bagaimana dengan system rekrutmen kadernya, apakah SDM nya kurang berkualitas atau manajemennya lemah, dst, begitu pula dengan system pengkaderan IPNU, tidak relevan lagi, kurang efektif, atau kurang tersosialisasinya system pengkaderan hingga ke akar rumput (grass root) dst. Lepas dari itu semua, jangan-jangan orang-orang khususnya warga NU telah mempunyai image jelek (negative thingking) terhadap IPNU itu sendiri. Mengingat, misalnya karena IPNU tidak pernah melakukan kegiatan yang langsung dapat dirasakan anggota masyarakat. Jadi, terkesan, pengurusnya itu elitis dan ekslusif (tidak mau berbaur dengan mass), yang penting jika ada kegiatan tingkat nasional atau semacamnya IPNU ikut terlibat. Urusan kegiatan dan program, tak perlu dipikirkan IPNU.
Soal-soal diatas, penting untuk dipikirkan dan diperbaharui demi masa depan IPNU, khusunya dan NU pada umumnya. Apalagi untuk membuat dan mendirikan IPNU diberbagai komisariat. Bisa dikatakan, selain untuk introspeksi, juga untuk evaluasi, efektivitas tidaknya pendirian komisariat itu. Apakah hanya akan memperbanyak intitusi organisasi, tapi kosong isinya. Atau sebaliknya, tidak perlu organisasi, tapi yang penting roh dan isinya, yakni tetap menjadi warga NU atau IPNU dengan kreativitas mereka sendiri, yang penting NU dan IPNU cultural.
Tipologi kader cultural dan structural penting di sini. Bagi kader kulturar, kesan-kesan simbolis formalis yang mengharuskan pakai nama IPNU dengan beragam alasannya. Tentu tidak mau. Inilah yang menggejala, sebelum IPNU kembali ke Khittahnya. Seringkali, kegiatan IPNU tidak menyentuh konstituenya (anggota yang sealiran dalam tradisinya), tapi kegiatan IPNU hanya dirasakan oleh kelompok-kelompok tertentu saja, biasanya hanya para pengurus yang duduk di struktur IPNU. Karena itu, kader cultural lebih memilih aktif di tempat-tempat yang seringkali sesuai dengan potensi, kemampuan yang dimilikinya. Umpamanya, aktif diskusi diberbagai kelompok diskusi sekolah, mushola, aktif diperkumpulan remaja masjid, aktif di pramuka, OSIS, KIR (Kelompok Ilmiah Remaja), PMR, Pencak Silat, PII, dll.
Kegiatan-kegiatan yang disebut tadi, dalam tubuh IPNU selama ini, seringkali ditinggalkan dan dijauhi, jika tidak dimasukkan dalam program IPNU. Namun demikian, hal itu bukan semata-mata kesalahan IPNU secara organisatoris saja. Tapi juga, karena telah munculnya Undang-Undang pemerintahan yang dianggap telah memasung kreatifitas para siswa, dan remaja pada umumnya, untuk tidak aktif pada organisasi yang tidak bentukan pemerintah seperti, OSIS, Senat , Karang Taruna, Pramuka dll. Maka, kader kutural mengambil posisi untuk tidak aktif dalam organisasi formal terebut, termasuk IPNU di dalamnya.
Zaman telah berubah dengan cepat di Indonesia ini. Pemerintah yang telah memasung kreativitas masyarakat selama 30-an tahun lebih telah berakhir, lalu muncul presiden RI ke 4, KH Abdurrahman Wahid, mantan ketua Umum PBNU, yang memberikan kebebasan masyarakatnya, juga telah dipaksa mundur. Terlepas dari kepentingan politik kelompok, semua itu kerena bangsa ini masih dalam masa transisi atau lebih enak disebut era reformasi.
Menyemangati positive thingking kondisi tersebut, maka pimpinan pusat IPNU periode 2003-2006 atau era khittah IPNU 1954, telah berketetapan hati untuk menjadi IPNU sebagai organisasi kader yang sebenarnya. Maksudnya, coba menggali dan mengembangkan warga NU yang muda-muda untuk berkiprah di IPNU sesuai dengan kemampuanya, dan IPNU telah menyiapkan wadahnya. Misalnya, bagi para siswa yang inggin aktif di kepanduan (baca: pramuka) IPNU, Kepalangmerahan IPNU, KIR IPNU, dapat masuk dalam wadah CBP (Corp Brigade Pembangunan) sebagai lembaga semi otonom IPNU yang mengembangkan potensi warga NU sesuai dengan kualitas dan keinginan untuk ahli dalam bidang-bidang tertentu. Sementara itu IPNU sendiri menjadi wadah berhimpun semua komponen yang ada, tidak membeda-bedakan kemampuanya.
Adapun pengembangan IPNU secara organisasi melalui pembentukan komisariat, dapat juga memberikan kesempatan pada semua lembaga pendidikan dan pesantren milik NU untuk menjadikan IPNU sebagai organissi resmi dalam lembaga itu. Sekalipun, tidak menutup kemungkinan untuk didirikanya IPNU di luar lembaga tersebut, seperti SMU Negeri, MA Negeri.
Dengan program dan orentasi IPNU yang demikian, bukan berarti menafikan adanya kader cultural untuk menghilangkanya. Justru, sebaliknya, yaitu antara kader cultural dan structural tidak adanya saling bersitegang dan saling menyalahkan. Diharapkan, dapat menjadi sinergi antara dua kader tersebut. Ikhtiar IPNU, melalui mengembalikan IPNU sebagai organisasi kader formal NU, kiranya dapat terwujud dengan baik. Sehingga, tidak ada lagi kesan IPNU eksklusif atau pengurus IPNU yang elitis, dan kurang bersentuhan dengan keinginan warganya.
Jika demikan halnya, maka soal apakah system pengkaderan IPNU masih relevan atau tidak, dapat dilihat setelah pelaksanaan khittah IPNU tersebut. Begitu juga dengan para aktivis IPNU, dituntut untuk selalu dekat dengan masyarakatnya. Jadi, mengembalikan IPNU pada khittahnya, sama dengan menjadikan IPNU jauh dari negative thingking yang selama ini ditujukan pada IPNU, termasuk para aktivisnya. Termasuk dengan pembentukan komisariat-komisariat IPNU di lembaga pendidikan pesantren.
Dengan membentuk komisariat IPNU di tempat startegis itu, ditinjau dari pembentukan masyakat warga (civic society) yang demokratis, adil, dan beradab, maka IPNU telah meletakakn sendi-sendi masyarakat yang benar-benar tepat. Seperti, tidak memaksakan kehendak dan bebas menentukan pilihanya. Apalagi, NU adalah entitas (bagian dari lingkungan) civil islam dan civil society yang cukup signifikan (menentukan) di Indonesia, saat ini.
Sekali lagi, IPNU adalah organisasi kader NU. Apakah memilih menjadi kader kultufral atau structural, adalah hak setiap warga NU. Tapi, akan lebih efektif bila dilakukan secara kolektif dan organisasional sebagaimana yang tengah berjalan selama ini. Karena itu, auto kritik dan korelasi kontruksi internal bagi IPNU sangat penting.
Akhirnya, berkhidmat dengan IPNU sama dengan khidmat dengan NU. Mencintai IPNU juga berarti mencintai NU. Saat ini masuk di IPNU, besok masuk di NU. Dulu kader cultural, tiba saatnya menjadi kader structural. Semua itu, tentu demi tegaknya islam (aswaja yang dipegangi NU) dan masa depan pemimpin bangsa in Indonesia yang tercerahkan.
Diharapkan, dengan paparan diatas, IPNU telah menanam banih dan tunas-tunas kader. Karena itu, semoga benar-benar menjadi kader yang handal dan mumpuni.

PETUNJUK PEMBENTUKAN
KOMISARIAT IPNU DI LEMBAGA PENDIDIKAN

Sosialisasi (Memperkenalkan) IPNU : Pra Pembentukan
Untuk menyampaikan dan memperkenalkan IPNU secara organisatoris di lembaga Pendidikan (Sekolah, Pesantren), maka perlu dilakukan dengan berbagai pendekatan dan cara-cara taktis, praktis-strategis, dan mengena. Upaya-upaya ikhtiar itu sebagai berikut:

Pendekatan struktural (Sekolah, Pesantren, milik NU)
PW IPNU memfasilitasi pertemuan atau Rapat kerja Segi Tiga Emas ( PC IPNU, LP Ma’arif , Kepala – kepala Sekolah Ma’arif ) dengan menghadirkan key Note Speaker kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Depag ( Kasi Mapenda ) Tingkat kabupaten serta PC NU setempat, dilanjutkan dengan penanda tanganan MOU. Dalam rapat tersebut dibicarakan :
Sosialisasi urgensi keberadaan IPNU di sekolah maarif.
Presentasi Juklak Komisariat Oleh PW atau PC IPNU.
Merumuskan pola koordinasi antara PC IPNU, PC LP Ma’arif dan Sekolah – sekolah Ma’arif.
Membuat kesepahaman (MoU) tentang penggantian OSIS dengan IPNU sebagai opsi pertama atau memasukan IPNU sebagai organisasi Intra sekolah sebagai opsi yang kedua.

PC IPNU memfasilitasi pertemuan atau rapat kerja bersama yang pesertanya adalah MWC NU – Kepala Sekolah di lingkungan NU se Kecamatan – para Pembina osis – perwakilan osis – PAC IPNU, dengan maksud sebgai berikut :
1)        Sosialisasi urgensi keberadaan IPNU di sekolah maarif.
2)        Merumuskan pola koordinasi antara PAC IPNU, Kepala sekolah dan Komisariat.
3)        Membuat kesepahaman (MoU) tentang penggantian osis dengan IPNU sebagai opsi pertama atau memasukan IPNU sebagai organisasi Intra sekolah sebagai opsi yang kedua.

Pendekatan Kepada Siswa dan santri
PC IPNU melakukan pendekatan kepada siswa melalui MOS
PC IPNU melakukan pendekatan kepada siswa senior yang berpengaruh dan dapat dijadikan pioner dalam komunitasnya
Melakukan pendekatan pertemanan/ kekerabatan/ Kelompok siswa.
Menggunakan pendekatan lain secara intensif yang arif dan elegance, sehingga dapat membuat ketertarikan sendiri untuk bergabung dengan IPNU sebagai wadah pengembangan diri.
Pendekatan Program Strategis
Pimpinan Cabang IPNU menciptakan kegiatan yang kreatif dan strategis untuk menyajikan program yang menarik dan diminati siswa-santri. Beberapa diantaranya:

Pengembangan wawasan intelektual keilmuan dan religius dengan membuat study club sebagai kajian berkala.
Menyajikan nuansa kegiatan yang kompetitif dan prestisius, umpamanya liga SMU, PORSENI, Debat Kontes dll.
Aktivitas yang rekreatif dan penyegaran diri seperti: Festival Qosidah, Pagelaran Seni Budaya, Lomba Cipta dan Baca Puisi. Dll
Sajian nuansa pengautan jiwa keagamaan dan moralitas, misalnya persatuan terpadu remaja, tadabbur alam, safari rohani dll.

Pendekatan Program dan organisasi dan Kaderisasi
Latihan Kepemimpinan dan Organisasi di Sekolah
Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA) da LAKMUD oleh : PAC, dan atau PC IPNU

Landasan Pembentukan/ Pendirian Komisariat
Mendirikan komisariat IPNU, berarti menumbuhkembangkan NU. Karena itu, jangan sampai terjadi setelah komisariat berdiri, tapi tidak ada kegiatan apapun. Artinya, juga NU tidak ada. Dengan kata lain, perlu dibuktikan secara nyata kiprah dari pengurus komisariat itu. Untuk menjadi organisasi yang kuat dan diperlukan landasan organisasi sebagai pijakan hukumnya.
Pendirian IPNU di komisariat-komisariat, bukanlah hanya tanggung jawab pengurus IPNU Komisariat saja, tetapi juga Pimpinan Cabang , Wilayah dan atau Pimpinan Pusat IPNU di Jakarta (baca: pasal 10 Bab VII peraturan Dasar IPNU). Bahkan lebih luas lagi adalah tanggung jawab NU (baca: PBNU) sebagai induk organisasi IPNU.
Peraturan Rumah Tangga (PRT) IPNU bab IV tentang struktur pasal 15, pimpinan Komisariat adalah:
Pimpinan komisariat merupakan suatu kesatuan organic yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat sekolah, pesantren, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainya.
Pimpinan komisariat berkedudukan di lembaga pendidikan yang merupakan pimpinan tertinggi IPNU di tingkat lembaga pendidikan.
Pimpinan Komisariat memimpin dan mengkoordinir anggota di daerah kewenangannya, serta melaksanakan kebijakan Pimpinan Anak Cabang dan Pimpinan Cabang untuk daerahnya.
Dalam satu lembaga Pendidikan / Pondok Pesantren yang telah mempunyai sedikitnya 10 (sepuluh) anggota dapat didirikan Pimpinan Komisariat, untuk selanjutnya tidak diperbolehkan mendirikan pimpinan komisariat yang lain.
Pimpinan Komisariat bertanggung jawab kepada rapat Anggota.


PRT BAB V, Pelindung terdapat dalam pasal 17
Pelindung adalah pengurus Nahdlatul Ulama sesuai dengan tingkatan kepengurusan yang bersangkutan.
Khsusus untuk kepengurusan Komisariat, Pelindung dapat merupakan Pimpinan Lembaga Pendidikan / Pondok Pesantren.
Fungsi pelindung
Memberikan perlindungan dan pengayoman kepada organisasi sesuai dengan tingkatanya masing-masing
Memberikan dorongan, saran-saran dan bantuan moril maupun materiil


Dewan Pembina terdapat dalam pasal 18
Dewan Pembina IPNU di semua tingkatan kepengurusan terdiri dari:

Alumni pengurus IPNU sesuai dengan tingkatan masing-masing
Orang-orang yang mempunyai hubungan moril dan berjasa terhadap pembinaan generasi Muda Nahdlatul Ulama.
Struktur dewan Pembina terdiri dari seorang ketua dan beberapa anggota.
Fungsi dewan Pembina :

Memberikan pembinaan secara berkesinambungan dan memberikan nasehat baik diminta ataupun tidak diminta.
Memberikan dorongan moril maupun materiil kepada organisasi.


PRT BAB VI, Kepengurusan pasal 19
Pengurus pimpinan Komisariat/ranting terdiri dari pengurus Harian, ditambah dengan pengurus departemen dan atau pengurus badan/ Lembaga
Pengurus harian terdiri dari : Ketua, beberapa wakil ketua, sekretaris, beberapa wakil sekretaris, bendahara, serta beberapa wakil bendahara.


Mendirikan/ membentuk Komisariat IPNU
Jumlah anggota sedikitnya 10 orang
Memilih Pimpinan Komisariat (PK) untuk satu tahun (baca: satu periode)
Syarat-syarat menjadi PK:

Umur setinggi-tingginya 21 tahun
Pendidikan serendah-rendahnya SLTP atau yang sederajat
Pernah mengikuti MAKESTA
Ketua Komisariat dipilih langsung oleh Rapat Tahunan Anggota
Teknik pemilihan ditentukan melalui sidang rapat anggota tahunan
Para pengurus lengkap dipilih oleh tim formatur
Tim formatur terdiri dari:

Ketua terpilih (mandataris)
Perwakilan peserta
Pengurus PC IPNU
Pimpinan Komisariat di sahkan oleh Pimpinan Cabang dengan rekomendasi Pimpinan Lembaga Pendidikan.

Struktur dan Bagan
Pelindung                              : Kepala sekolah
Dewan Pembina                   : Waka Kesiswaan, Senior atau alumni Pimpinan Komisariat        : Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara, Wakil Bendahara dan beberapa deperteman dan lembaga-lembaga sesuai dengan kebutuhan,
Catatan :
Departemen yang wajib diadakan ( Minimal ) di Pimpinan Komisariat :
Departemen Organisasi
Departemen Pendidikan dan Kaderisasi
Departemen Dakwah
Departemen Olah Raga dan Apresiasi Seni Budaya

Hal-hal lain, berkaitan dengan kelengkapan keorganisasian dan administrasi, tugas dan wewenang, dll. dapat dilihat dan baca lengkap di bukuPeraturan Organisasi dan Administrasi(POA).

PASCA PEMBENTUKAN : LANGKAH-LANGKAH
KERJA DAN PROGRAM STRATEGIS

Untuk merangsang kegiatan setelah pembentukan IPNU Komisariat, dipandang perlu untuk memberikan pancingan alternative kegiatan. Bagian ini, selain melanjutkan bagian sebelumnya, juga menawarkan beberapa kegiatan yang dianggap strategis, baik untuk langkah kerja atapun program kerja. Diharapkan bagian ini dan sebelumnya, dapat menjadi pedoman singkat untuk terbentuk dan berjalanya kegiatan IPNU di Komisariat.

A. Langkah kerja Strategis ( LKS): Pemberdayaan Pengurus
Maksud LKS adalah untuk memudahkan pijakan kegiatan yag terencana dan tidak terjadi kemandekan (stagnasi) setelah dibentuknya komisariat IPNU. Semua ini hanyalah pedoman singkat saja, Sebagai gambaran umum dalam IPNU tingkat komisariat

Up grading; Konsolidasi kepemimpinan dan Organisasi

Setelah Pemilihan Pengurus, para pengurus IPNU Komisariat perlu untuk menyamakan atau memepersatukan gagasan dan pengetahuan dalam rangka memajukan IPNU. Selain untuk saling mengenal lebih dekat secara emosional antar masing-masing pengurusnya. Hal demikian sering disebut dengan up grading atau orientasi pengurus. Tentu saja secara teknis operasional terserah dan bebas untuk masing – masing kepengurusan. Materi yang disampaikan dalam kegiatan yang bertujuan untuk konsolidasi pengurus ini adalah seputar kepemimpinan, sejarah bangsa, ke NU an dan k eorganisasian. Lalu manajemen untuk mengelola organisasi, khususnya IPNU, atau materi yang berkaitan dengan teknik – teknik berorganisasi.

Pelantikan dan Rapat Kerja Pengurus

Pelasanaan kegiatan awal dari pengurus komisariat secara resmi dan formal adalah Pelantikan, Setelah Pelantikan, untuk efisiensi ( sederhana ) dapat dilaksanakan rapat kerja (raker) Pengurus. Tentu raker ini dimaksudkan untuk membuat program kerja,baik jangka pendek maupun jangka panjang. Acara kegiatan ini, tidak boleh terlalu lama sekali, setidaknya tiga minggu setelah terbentuknya kepengurusan lengkap Pimpinan Komisariat IPNU . Acara ini diharapakan dapat dihadiri oleh semua kader, anggota senior dan alumni, baik IPNU ataupun NU, Hal ini untuk menumbuhkan semangat perjuangan yang membara dimasa mendatang.


Membentuk CBP, Kepanduan, Kepalangmerahan dan Kepencintaalaman

CBP ( Corp Barisan Pelajar ) IPNU merupakan wadah bagi para kader IPNU yang ingin mendalami secara khusus dalam bidang – bidang tertentu dalam masyarakat sesuai dengan potensi dan kemauanya. Setidaknya ada tiga bidang ; kepanduan, kepalangmerahan, kepencintaalaman. Nah setelah program kerja ditetapkan, dan dalam kepengurusan ada lembaga khusus mengenai CBP, misalnya, maka perlu dibentuk CBP-CBP sesuai dengan bidang garapnya. Jika di sekolah, OSISnya adalah IPNU itu sendiri, maka Pramukanya adalah CBP. Begitu juga dengan lainya seperti PMS (Palang Merah Sekolah). Jika OSISnya bukan IPNU, tapi tetap OSIS yang dulu, maka CBP juga dapat berdiri sendiri tanpa harus merubah Pramuka. Bagi anggota IPNU yang punya keinginan aktif di Kepanduan, maka perlu membentuk CBP IPNU bidang kepanduan. Demikian seterusnya , Jadi,. Dengan membentuk CBP, berarti IPNU Komisariat telah memberikan wadah khusus bagi para kader IPNU sesuai dengan aspirasi dan gagasanya. Diharapkan, kader IPNU kedepan dapat professional sesuai dengan bidang keahlianya.

Kegiatan – kegiatan Tentatif Monumental.

Untuk memajukan dan menumbuhkembangkan IPNU di komisariat, seiring dengan kegiatan – kegiatan tersebut, perlu juga untuk membuat program yang sesuai dengan kondisi masing – masing komisariat, Inilah yang dimaksud dengan kegiatan tentative-monumental. Misalnya harlah IPNU dibarengkan dengan acara Maulud Nabi Muhammad SAW. Acara 17-an agustus digunakan untuk pelantikan pengurus baru dsb. Yang monumental, misalnya, bulan ramadhan digunakan untuk terawih, tadarus bersama, lalu juga dengan diadakanya kursus – kursus singkat; kaligrafi, qira’ah, menjahit dll. Termasuk yang tentative menumental adalah hari raya idul fitri ( halal bihalal ) dan hari raya kurban ( idul adha ). Kedua ied itu, tentu saja dapat digunakan untuk kegiatan IPNU yang bersifat sosial keagamaan dan kemasyarakatan,

Pelatihan dan diskusi temporer.

Kegiatan pelatihan dan diskusi temporarer dapat pula dimasukkkan dalam kgiatan tentative monumental. Apakah pelatihan jenjang kedua IPNU ( LAKMUD ), atau makesta itu sendiri. Juga, dapat pelatihan pers, kepemimpinan dsb. Adapun diskusi temporer merupakan kegiatan diskusi untuk melihat perkembangan persoalan sosial yag terjadi di masyarakat, bangsa, NU atau IPNU itu sendiri. Baik dalam rangka untuk tukar wawasan , urun rembug atau menyatakan sikap dan pendapat atas fenomena sosial tersebut. Hal ini penting, untuk mengembangkan pengetahuan dan peneguhan sifat kepelajaran ( intelektualitas ) IPNU. Dalam diskusi, bentuknya cukup beragam, apakah seminar, workshorp, lokal karya, halaqah, bedah buku dst. Semua itu bergantung dari kebutuhan kegiatan.

Progam Kerja Strategis : Pengkaderan IPNU

Secar formal dan berjenjang pengkaderan IPNU dibagi dalam tiga tingkatan. Tingkat pertama disebut MAKESTA ( Masa Kesetiaan Anggota ), LAKMUD ( Latihan Kader Muda ) dan terakhir, tingkat lanjut disebut LAKUT ( Latihan kader Utama ). Ketiga kegiatan ini merupakan program strategis untuk kaderisasi IPNU. Adapun untuk IPNU di Komisariat lebih strategis lagi adalah MAKESTA.

MAKESTA adalah suatu sarana untuk menghantarkan calon anggota IPNU dari kehidupan individual menjadi hidup berorganisasi (sosial ) sekaligus sebagai sarana orientasi dan sosialisasi terhadap kehidupan organisasi IPNU. Tujuan umumnya, mengantarkan calon anggota IPNU ke arah perubahan jiwa, sikap, mental dan menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya suatu organisasi dalam kehidupan bermasyarakat dan secara resmi menjadi organisasi.

Secara khusus tujuan makesta adalahpertama, menggugah jiwanya dan menunjukkan sikap maupun mentalnya untuk dapat hidup berorganisasi.Kedua,menumbuhkan rasa kecintaan , menyadari akan pentingnya berorganisasi di IPNU.Ketiga,menerapkan dirinya sebagai anggota masyarakat yang baik dan melaksanakan tugasnya sebagai organisasi IPNU yang dicintai.Keempat, mengetahui pengetahuan dasar ke IPNU an dan PD PRT nya.

Dalam pelatihan jenjang pertama IPNU tersebut, diharapakan sampai pada target agar mampu membentuk anggota IPNU yang menyadari tugas dan tanggungjawabnya; lalu anggota IPNU yang mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya berorganisasi, dan anggota IPNU yang mempunyai motivasi tinggi untuk mengikuti latihan- latihan berikutnya.

Secara teknis, syarat menjadi peserta MAKESTA adalah para pelajar, santri yang berusia 13-17 tahun / Maksimal kelas 2 SMA. Agar pelatihan berjalan dengan baik dan efektif, maka peserta jumlahnya diusahakan tidak lebih dari 40 ( empat puluh orang ) orang. Waktu pelaksanaan sedikitnya standartnya dua hari.

Selain MAKESTA, terdapat kegiatan serupa yang dapat menunjang para warga anggota dalam mendalami dan menjadi kegiatan yang professional. Umpamanya, pelatihan junalistik ( pers ) atau investigated reporting, Pelatihan kepemimpinan santri, pelajar. Dll

Pelatihan Formal jenjang kedua dalah LAKMUD IPNU. Ini adalah pelatihan untuk lebih memantapkan jati diri kader IPNU, baik untuk intern IPNU sebai kader yang militan, atapun ekstrem untukresponsibility   kader IPNU atas persoalan sosial kemasyarakatan yang terjadi. Sehingga, dapat memberikan sumbangsih yang bermanfaat bagi semua.

Selanjutnya, LAKUT. Ia merupakan jenjang akhir pengkaderan di IPNU. Dalam pelaksanaanya dapat dijadikan sebagai sarana evaluasi kritik, utamanya krirtik yang membangun (konstruktif) bagi perjuangan IPNU ke depan. Termasuk dalam LAKUT ini adalah reformulasi ( membentuk kembali) atau rekonstruksi jati diri IPNU, baik visi, misi maupun targetnya. Yang terpenting dari LAKUT adalah membentuk jaringan informasi antar kader IPNU yang berkualitas, visioner dan inovatif ( mampu merubah keadaan ) .

Catatan Penting :
Kaderisasi Formal di Komisariat tingkat SMP/MTs hanyalah sampai MAKESTA
Kaderisasi Formal di Komisariat tingkat SMA hanyalah Makesta dan LAKMUD.
Bagi kader yang pernah Ikut Makesta di MTs tidak harus mengikuti lagi Makesta di SMA, tetapi cukup menunjukkan Sertifikat MAKESTA di SMP/MTs, sehingga bisa langsung mengikuti LAKMUD.

KONSEPSI IPNU SEBAGAI PENGGANTI OSIS
(Menjadikan IPNU sebagai organisasi intra sekolah )
 FungsiBentuk KagiatanPembinaWadah Aktualisasi Kader (Siswa)

Pelayanan KesiswaanPembina IPNU(Waka kesiswaan)(PHBI, Seminar, Bedah Buku, Diskusi Panel, Upacara, Class Meeting)

Pengembangan Minat dan Bakat(Kesenian,budaya, Pagar Nusa, Karya Ilmiah Remaja, Majalah Sekolah, dll)

Sosial Kemasyarakatan(Donor darah, Bhakti Sosial, Kuliah Kerja Lapangan, CBP, KKP)Penguatan Kapasitas Kader

MOSIBA (Masa Orientasi Siswa Baru)Pembina IPNU(Waka kesiswaan)( Berisi materi tentang pengenalan sekolah, dan Ke-IPNUan)

MAKESTA (Masa Kesetiaan Anggota)PAC(satu-satunya pintu masuk siswa menjadi anggota IPNU)

LAKMUD (Latihan Kader Muda)PC(Prosesi pengkaderan sebagai kelanjutan dari Makesta)

Pelatihan PenunjangPembina IPNU(Waka kesiswaan)( Pelatihan Kepemimpinan, Pelatihan Administrasi, Pelatihan Jurnalistik dsb.)Konsolidasi Kelembagaan Struktural

Rapat AnggotaPK( Dilaksanakan setiap setahun sekali untuk pergantian kepengurusan )

Mengikuti Konferensi Anak Cabang & Konferensi CabangPC dan PAC(Berisikan hak dan Kewajiban dari masing – masing Pimpinan Komisariat)

Model Pembinaan KomisariatWaka Kesiswaan(Mengatur hak dan kewajiban Pembina IPNU serta kaitanya dengan struktur di PC dan PAC)

Kartu Tanda AnggotaPimp. Cabang( Sebagai prasarat pengaturan organisasi IPNU dari tingkat cabang samapai dengan Pimpinan Komisariat )

Keikutsertaan pada kegiatan PAC, PC, PW dan PP)PAC, PC, PW, PP( Sebagai Konsekuensi dari berdirinya Pimpinan Komisariat )



HUBUNGAN KELEMBAGAAN
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dengan LP Ma’arif
 I.        LATAR BELAKANG

IPNU sebagai garda terdepan perjuangan NU dituntut untuk dapat meneruskan perjuangan para ulama yang tergabung dalam organisasi NU, oleh karenanya keberadaan oragnisasi ini mutlak diperlukan sebagai penerus organisasi karena kebesaran dan kehancuran NU kedepan sangat tergantung bagaimana kondisi IPNU sekarang.

Sebagai konsekuensi dari tujuan itu, maka IPNU dituntut untuk mencetak kader profesional yang dapat menjalankan roda organisasi secara sistematis. Oleh karenanya proses pengkaderan dan pendistribusian kader merupakan indikator kuat keberhasilan organisasi ini.

Selama segmen garapan tidak jelas artinya siapa dan mana yang harus digarap, maka eksistensi organisasi pun patut dipertanyakan. Merujuk pada hasil kongres XII IPNU dan XIII dimana segmen garapan organisasi ini adalah pelajar dan atau seusia pelajar, merupakan satu bentuk keberanian yang patut mendapat penghargaan tersendiri, karena setidaknya dengan kembalinya IPNU keakar sejarah maka semakin jelas siapa yang harus digarap dan tidak ada lagi kataover lapedengan organisasi Ansor maupun Fatayat, sehingga proses pengkaderan yang berjenjang benar-benar akan terlaksana.

Saatnya IPNU menggantikan OSIS
Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama sejak didirikanya kurang lebih 56 tahun yang lalu seharusnya telah menjadi dewasa untuk usia sebuah organisasi pengkaderan. Konstituen IPNU yang di topang oleh Maarif dan Nahdhatul Ulama merupakan sebuah modal tersendiri yang sangat kuat apabila basis IPNU mampu menangkap alur gerakan pengkaderan .

Namun seiring dengan perubahan waktu dalam Undang – Undang no 8 tahun 1985 posisi IPNU sebagai garda terdepan Organisasi NU telah bergeser diganti dengan Organisasi Siswa Intra Sekolah ( OSIS ). Saatnya kemudian IPNU – kembali pada basic pelajar guna mewujudkan kader yang maju, mandiri untuk kemajuan Nahdhatul Ulama mendatang melalui kerjasama dengan Lembaga Pendidikan Ma’arif. Dan sudah saatnya IPNU dapat berdiri mandiri di sekolah lingkungan Ma’arif karena kita tidak ingin basis pengkaderan kita terputus kembali.II.      LANDASAN KERJA
Pendirian IPNU di komisariat sekolah adalah sebagai sebuah manivestasi amanat Kongres IPNU XIII dan Kongres   XII di Makasar untuk mengembalikan konstituen IPNU pada basic pelajar dan santri. Sedangkan Dasar tentang pendirian komisariat IPNU adalah sebagai berikut :

Peraturan Rumah Tangga IPNU Pasal 13 tentang Pimpinan Komisariat
Pedoman Pokok Organisasi dan Administrasi IPNU BAB XXVI tentang Pimpinan Komisariat
Pedoman Pokok Organisasi dan Administrasi IPNU BAB XXIV tentang Tata Kerja Pengurus Komisariat
Memorandum Of Understanding PW IPNU dengan PW Lembaga Pendidikan Ma’arif Jawa TengahIII.    STRUKTUR ORGANISASI

Struktur organisasi IPNU dalam hal ini diterjemahkan berdasarkan PD/PRT Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama’ serta penterjemahan dari PPOA dan pengejawantahan secara langsung kerjasama PW IPNU dengan PW LP Ma’arif. Bahwa struktur organisasi yang dibuat disini untuk memudahkan dalamaplikasi pelaksanaandi lapangan serta untuk mewujudkan gagasan IPNU yang kembali pada basis pelajar dan santri dan dimanivestasikan melalui pembentukan komisariat di lingkungan sekolah Ma’arif.
 Struktur IPNU dengan LP Maarif

 KOMISARIAT IPNU
 Keterangan :
Komisariat IPNU dalam hal ini diposisikan sebagai organisasi intra sekolah sehingga keberadaanya menjadi satu dengan pihak sekolah melalui wakamad urusan Kesiswaan sehingga koordinasi internal pengurus IPNU di sekolah menjadi pembinaan Wakamad Kesiswaan , sedangakan untuk koordinasi dengan kegiatan ke – IPNU an dapat di koordinasikan dengan Pimpinan Anak Cabang
Struktur Organisasi Dalam IPNU Komisariat.

Pelindung                                              : Kepala Sekolah
Pembina                                                                : Wakamad Kesiswaan
PC IPNU ( ex Offisio )
Ketua      IPNU                                       : ( Menggantikan posisi Ketua OSIS )

BAGAN ALIR PENDIRIAN KOMISARIAT IPNU

























 IV.      POLA KOORDINASI

Dalam hal ini posisi IPNU komisariat mempunyai fungsi hampir sama dengan Pimpinan Ranting. Namun dalam hal ini adalah Dalam Wilayah ekstrenal. sedangkan wilayah internal Komisariat IPNU dengan pihak sekolah PAC tidak dapat turut campur untuk persoalan internal. Pola koordinasi yang dimaksudkan disini bahwa PC berhak masuk dalam pelatihan – pelatihan formal yang diadakan oleh Komisariat ( Makesta – Lakmud – Lakut ) sehingga di luar wilayah ke – IPNU– an PC tidak dapat melakukan intervensi apapun terhadap sekolah. Komisariat berhak hadir dalam konferensi Anak Cabang maupun Konferensi Cabang sehingga statusnya sama dengan yang tergambarkan dalam PPOA dan PD/ PRT.KADERISASI FORMAL DI KOMISARIAT SEKOLAH
Materi MAKESTA di Komisariat
 NoNama MateriRanting1Perkenalan
Fasilitator dan peserta memper-kenalkan diri.
Menyampaikan gambaran awal mengenai pelatihan ini ke peserta.2Kontrak Belajar
Mengajak peserta mengungkapkan harapan dan kekhawatiran mereka berkaitan dengan pelatihan ini.
Mengajak peserta membuat tata tertib pelatihan
memahami pentingnya membuat kontrak belajar dalam pelatihan orang dewasa..
hal-hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak belajar3Sosiologi dan Antropologi Pelajar
Komponen – komponen sekolah dan peran yang dimainkannya.
Psikologi pelajar, latar belakang sosiologis
Problematika Pelajar dan sekolah.
Sekolah sebagai miniatur Negara4Ke Islaman
Islam Rahmatan Lil ‘Alamin
Tradisi Masyarakat Islam, Pengertian dan dasar hukumnya (tahlil, qunut, dibaiyah, ziarah kubur, haul, tarawih 20 rakaat, adzan 2 dalam jumat, talqin, istighotsah, dll ]
Khilafiahnya
Tradisi Islam Nusantara untuk kejayaan bangsa5Ke NU an I
Islam pada masa Walisongo
Seputar kelahiran NU
Makna filosofis lambang NU
Tinjauan tentang Sistem Organisasi NU ( Tujuan, Kepengurusan, Keanggotaan, Usaha Usaha NU )
Metamorfosis NU6Ke IPNU an I
sekilas Gerakan kaum muda di Indonesia dan pengaruhnya.
latar belakang kelahiran IPNU
Perjalanan IPNU dari Masa Ke Masa
Tinjauan PD / PRT IPNU ; lambang, tujuan, asas, keanggotaan, dll .
Hubungan IPNU dengan NU beserta Banomnya maupun ormas lain.7Prinsip Perjuanngan IPNU
Landasan berpikir IPNU
Cara Berpikir , bersikap dan bertindak IPNU
Landasan bersikap dan berorganisasi
Jati diri IPNU
Orientasi IPNU8Keorganisasian
Devinisi dan Komponen – komponen organisasi
Asas Dan Prinsip – Prinsip Organisasi
Macam Dan Jenis Organisasi Beserta Karakteristiknya.
Manfaat Organisasi ( khususnya IPNU ) bagi anggota9Baiat
Kesadaran Tauhid
Kesadaran akan hakekat hidup ( dari mana, mau ke mana dan untuk apa )
Ingatan akan mati dan resiko kehidupan
Refleksi perjuangan orang tua, pejuang – pejuang agama, Negara dan imajinasi saat ini mereka sedang apa.
Puncak Doktrinasi Peserta Makesta
Sumpah baiat Kesetiaan

Materi LAKMUD di Komisariat
 NoNama MateriKonstruksi Materi1Analisa Diri
Konsep Ketuhanan dalam Islam
Siklus keberadaan Manusia
Kholifah Fil Ard
Tugas – tugas Kholifah Fil Ard
Tentang Dunia dan Akhirat2Pengantar Wacana Global
Kepentingan di balik perang dunia I dan II
Dampak Perang dunia I dan II
Perubahan bentuk kolonialisme ( dari penjajahan fsik ke penjajahan ekonomi politik dan budaya )
Hegemoni kapitalisme terhadap dunia ketiga ( Indonesia )3Ahlussunah waljamaah I
dalil dali yang jadi rujukan aswaja
Genealogi aswaja di indonesia
pengertian madzhab dan sistem bermadzhab
prinsip – prinsip Islam Aswaja
Taqlid, ittiba’, ijtihad dan istinbat
Memahami karakteristik 4 madzhab pada masalah fiqih4Gerakan Islam di Indonesia dan sejarahnya
Perjalanan sejarah gerakan keagamaan / keislaman di indonesia.
genealogi gerakan keislaman di Indonesia, tujuan dan pola gerakannya.
Peran gerakan keagamaan dalam membentuk dan mempengaruhi nalar masyarakat
Kelebihan dan kekurangan gerakan gerakan keagamaan.5Ke NU an II
Mabadiu Khoiro Ummah , Panca Gerakan NU & Khittoh NU
Program dan Kebijakan NU di Muktamar terakhir.
Analisa NU dalam perkembangan / dinamika perjuangan
Peluang dan Tantang NU di era global6Ke IPNU an II
Tinjauan sosiologis dan strategis kelahiran IPNU
peristiwa dan keputusan penting dari kongres ke kongres
Kebijakan strategis IPNU ke depan
Posisi dan peran IPNU dalam kontek kepelajaran dan konteks kemasyarakatan7Pengantar Jurnalistik
Pers dan public opini
Analisis Media
Peta dan Konstelasi Pers di Indonesia
Pers di IPNU8Leadhership
Pengertian kepemimpinan
Teori munculnya pemimpin di masyarakat
Tipologi kepemimpinan
pemimpin dan Manager
Analisis realitas kepemimpinan di IPNU
Rekonstruksi kepemimpinan pelajar
Pola kepemimpinan efektif9Problematika Pendidikan Di Indonesia
Konstruksi pendidikan nasional Di Indonesia
Studi analisis terhadap Kurikulum Pendidikan Indonesia
Kajian Kritis terhadap UU Sisiknas
Problem – problem pendidikan di Indonesia.
Mencari Formulasi Pendidikan yang Idela bagi bangsa Indonesia

Materi pelatihan Administrasi dan Organisasi di Komisariat :

1. Managemen Organisasi
2. Kepemimpinan
3. Sistem Administrasi IPNU
4. Teknik Komunikasi Efektif
5. Specific Problem Solving
6. Teknik Diskusi dan persidangan
7. Teknik Pembuatan proposal
8. Networking and Lobying
9. Materi Ketrampilan Organisasi


PEMAKAIAN SERAGAM

Seragam Resmi IPNU

Celana warna hitam.
Baju hem warna putih, satu saku.
Dasi bebas.
Jas lengan panjang warna abu-abu, jenis kain Element no 20, dengan ketentuan :

Satu saku terbuka di sebelah kiri atas;
Dua saku tertutup di bawah (kanan dan kiri);
Pada saku atas dipasang badge IPNU;
Di atas saku atas dipasang tingkatan kepengurusan dengan menyebutkan nama daerah;
disebelah kanan sejajar dengan nama daerah dipasang nama pemakai.
Pakaian resmi dilengkapi dengan mutz dan lencana.
Pakaian resmi dipakai dalam setiap acara resmi baik internal maupun eksternal organisasi yang bersifat seremonial dan Menghadiri undangan yang mengatasnamakan organisasi IPNU baik di dalam maupun diluar IPNU

Kostum dan Kaos Olahraga
Celana Panjang berwarna biru tua
Kaos Panjang berlengan panjang berwarna putih dan di atas saku sebelah luar diletakkkan badge olah raga
Kaos bagian belakang sebelah atas melingkar tulisan IPNU dan sebelah bawah singkatan organisasinya.

Catatan:
untuk komisariat sekolah tingkat Madrasah Aliyah , celana hitam dapat diganti dengan celana sekolah berwarna abu – abu
untuk komisariat sekolah tingakat Madrasah Tsanawiyah celan hitam dapat diganti dengan Celana biru panjang
Penempatan badge sama ( nama, logo IPNU, Tingkatan Kepengurusan ) dengan pemakaian pada seragam resmi
Lebih lengkap lihat di PO dan PA
 CONTOH PENEMPATAN BADGE

Lengan Kanan
(Tulisan nama Pimpinan Komisariat dan Cabang )
Keter :

Garis Tepi berwarna Kuning
Tulisan Nama Berwarna Kuning
Warna tengah Hijau


Dada Kanan
Tulisan nama pemilik

                                             


Keter :

Garis Tepi berwarna Kuning
Tulisan Nama Berwarna Kuning
Warna tengah Hijau




Dada kiri
( Lambang IPNU; warna sesuai dengan PPOA)


Keter :

Garis Tepi berwarna Kuning
Tulisan Nama Berwarna Kuning
Warna tengah Hijau

Warna lambang sesuai warna Asli di PO PA
 KARTU TANDA ANGGOTA

Petunjuk teknis

Jenis Kertas
Warna Kertas putih polos dan semua tulisan berwarna hijau sesuai warna logo
Ukuran Kartu yang dipakai 5 x 8,5 cm dalam bentuk persegi panjang
KTA terdiri dari 2 muka, yaitu muka depan dan muka belakang.
Muka depan memuat informasi :
Lambang IPNU
Tulisan KARTU TANDA ANGGOTA IPNU
Visi IPNU
Foto pemegang
Tanda tangan pemegang
Muka belakang memuat identitas pemegang yang meliputi:
Nomor Induk Anggota
Nama
Tempat dan Tanggal lahir
Alamat Lengkap
Nama PR/PK dan PAC asal
Tanggal penerbitan
Tanda tangan Ketua PC IPNU dan Ketua PC. LP Ma’arif beserta Stempel
KTA ditempel Photo ukuran 2×3 berwarna
Kartu tanda       anggota berlaku selama       yang bersangkutan masih       memenuhi syarat keanggotaan IPNU
Bagi segenap jajaran pengurus disemua tingkatan KTA dibuat berdasar domisili masing- masing, Contoh; Pimpinan Pusat yang berdomisili di Jakarta Utara maka KTA dibuat oleh PC IPNU/ Jakarta utara dan seterusnya
Hal – hal yang belum dibahas dapat diusulkan kemudian.

Ketentuan Pengisian Kolom
Nomor Anggota : XI.26.03.7354.74.150
Terdiri dari            : a / b / c / d / e / f
Kode wilayah Jawa Tengah : XI
Kode Cabang ditulis dengan angka
Kode Pimpinan Anak Cabang ( ditentukan oleh Cabang)
Tahun kelahiran IPNU
Dua angka terakhir tahun kelahiran pemegang
Nomer registrasi pendaftaran
Petunjuk Kode Pimpinan Cabang
 PIMPINAN CABANGKODEPIMPINAN CABANGKODEPC. REMBANG01PC. TEMANGGUNG19PC. KUDUS02PC. BANYUMAS20PC. PATI03PC. BANJARNEGARA21PC. JEPARA04PC. PURBALINGGA22PC. BLORA05PC. CILACAP23PC. GROBOGAN06PC. KOTA MAGELANG24PC. DEMAK07PC. KAB. MAGELANG25PC. KOTA SEMARANG08PC. WONOSOBO26PC. KAB. SEMARANG09PC. KEBUMEN27PC. SALATIGA10PC. PURWOREJO28PC. KENDAL11PC. KLATEN29PC. BATANG12PC. SRAGEN30PC. KAB. PEKALONGAN13PC. WONOGIRI31PC. KOTA PEKALONGAN14PC. KARANG ANYAR32PC. PEMALANG15PC. BOYOLALI33PC. KAB. TEGAL16PC. SURAKARTA34PC. KOTA TEGAL17PC. SUKOHARJO35PC. BREBES18PC. LASEM36

PENUTUP : MENUAI KADER SEJAGAD

Kongres XIV di Surabaya adalah roh perjuangan IPNU untuk balik kanan, jika bukan kembali ke khittah tahun 1954. sebagai penegasan Dekalarasi Makasar dalam kongres ke – 13. Semakin mementapkan kader NU dijalur struktur organisasi NU secara sistematis dan metodis. Jadi khittah NU kembali ke tahun 1926 merupakan bagian tak terpisahkan dari gerakan IPNU untuk mendirikan dan membentuk IPNU komisariat di Lembaga Pendidikan, Sebab perjuangan khittah NU unutk memberikan kesempatan seluas – luasnya pada kader NU yang berpotensi haruslah didukung, karena itu brjangaka panjang dan meluas.

Akhir kata, dengan tersusunya panduan dan pedoman pembentukan atau pendirian komisariat IPNU di lembaga pendidikan (Sekolah, pesantren ) semoga dapat memberikan semangat ghiroh atau élan vital perjuangan baru bagi sifat kepelajaran ( intelektualitas ) IPNU sebagaimana niat awal pendiriannya ( baca ; khittah IPNU ). Dan diharapkan tidak ada keraguan lagi untuk mendirikan IPNU di tempat strategis. Last but not least. Kehadiran pedoman ini merupakan langkah awal menuju perjuangan yang lebih besar lagi, demi kejayaan dan kebesaran NU.
MARS IPNU


Wahai Pelajar Indonesia
Siapkanlah barisanmu
Bertekad bulat bersatu
Di bawah kibaran panji IPNU

Ayohai Pelajar Islam yang setia
Kembangkanlah agamamu
Dalam negara Indonesia
Tanah air yang tercinta

Dengan berpedoman kita belajar
Berjuang serta bertaqwa
Kita bina watak nusa dan bangsa
Tuk kejayaan masa depan

Bersatu wahai Pelajar Islam jaya
Tunaikanlah kewajiban yang mulia

Ayo maju pantang mundur
Dengan Rahmat Tuhan kita perjuangkan
Ayo maju pantang mundur
Pasti tercapai adil makmur

(PW IPNU JAWA TENGAH)